MUI Minta Masyarakat Selektif dalam Memilih Pesantren, Ini Alasannya
Agama | 5 Februari 2022, 16:16 WIB
JAKARTA KOMPAS.TV - Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) M Najih Arromadloni atau biasa disapa Gus Najih, meminta masyakat untuk waspada dan selektif dalam memilih pesantren untuk pendidikan putra-putri mereka.
Gus Najih juga menyayangkan fenomena kemunculan pesantren-pesantren baru yang hanya secara formalitas mengambil nama pesantren.
Padahal, kata dia, secara kurikulum dan sistem pendidikan, tidak seperti pesantren. Bahkan pembelajaran kitab kuning pun tidak disertakan di dalamnya.
Fakta inilah yang, menurut Gus Najih, harus membuat semua pihak waspada terhadap keberadaan institusi-institusi pendidikan yang berkedok pesantren.
“Hal ini agar terbangun kewaspadaan dari semua pihak, baik itu stakeholder pemerintah maupun masyarakat. Intinya masyarakat agar lebih selektif dalam memilih pesantren,” jelas Gus Najih dalam keterangannya seperti dikutip KOMPAS TV dari Antara, Sabtu (5/1).
Pendiri Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation itu juga mengungkapkan, beberapa hal yang perlu menjadi perhatian masyarakat, orang tua dan calon santri dalam memilih pesantren.
“Harus dilihat dulu sanad atau tradisi keilmuannya ke mana,” ungkapnya.
Menurutnya, perlu diteliti juga terkait afiliasi pesantren tersebut dengan organisasi masyarakat (ormas).
Keterbukaan pesantren dengan masyarakat sekitar juga perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa lembaga tersebut tidak bersifat eksklusif.
Baca Juga: Inilah 3 Tips Pilih Pesantren dari Kemenag, Apa Saja?
Efek Ketika Salah Memilih Pesantren
Gus Najih menjelaskan, perlu juga dilihat rekam jejak pesantren tersebut.
Ia menilai, kesalahan dalam memilih pesantren justru akan menimbulkan dampak panjang yang akan mempengaruhi dan berbahaya bagi keberlangsungan bangsa ini.
Terlebih saat ini marak masuknya ideologi transnasional sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi.
“Padahal, khittah pesantren sejak dahulu adalah doktrin hubbul wathon minal iman, yaitu cinta terhadap tanah air adalah bagian daripada iman. Dan itu yang selama ini menjadi realitas dunia pesantren sepanjang sejarah Nusantara ini,” ujarnya.
Gus Najih lantas melanjutkan, sejatinya selama ini pesantren memiliki andil besar dalam sejarah Nusantara.
Dalam sejarah, sambungnya, pesantren telah mencetak banyak tokoh bangsa dari kalangan santri yang lantas menjadi pemimpin nasional.
“Seperti KH Ma'ruf Amin yang sekarang jadi Wakil Presiden, serta almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah menduduki posisi sebagai Presiden. Jadi memang pesantren adalah salah satu cagar pendidikan yang khas Nusantara,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, kekhasan pesantren yang demikian tidak bisa ditemukan di negara lain. Terlebih, pesantren di Nusantara ini memiliki keunggulan corak dan kebudayaannya masing-masing.
“Masing-masing pesantren ini memiliki keunggulan, keunikan dan keragaman kurikulum, sehingga membuat lembaga tersebut semakin kaya warna. Sebagaimana Gus Dur mengatakan, pesantren itu adalah subkultur dari kultur Indonesia yang sangat beragam,” katanya.
Pesantren Kian Banyak di Indonesia
Alumni Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus, Suriah itu lantas mengutip data dari Kementerian Agama, yang mencatat sudah ada hampir 28 ribu pesantren yang ada di Indonesia.
Dengan jumlah yang sedemikian banyak, ia menilai perlu adanya regulasi yang ketat untuk mengawasi keberadaan pesantren.
“Mestinya juga dalam menerbitkan izin pesantren, Kementerian Agama perlu menerapkan sebuah regulasi yang ketat dan perlu juga melibatkan ormas ataupun masyarakat,” ucapnya.
Gus Najih melanjutkan, pesantren-pesantren yang berada di bawah organisasi seperti Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah, sudah diketahui lisensi dari ormasnya dan dikenal masyarakat dengan baik sebagai ormas besar moderat.
Karena itu, kata dia, penting bagi pemerintah melibatkan ormas atau pun masyarakat yang berinteraksi langsung dengan pesantren.
“Sebetulnya, pesantren yang moderat ini adalah kekuatan bagi negara untuk melakukan kontra terhadap pesantren yang radikal dengan menyebarkan agama yang moderat,” ujarnya.
Untuk itu, Gus Najih mengapresiasi peran pemerintah yang dinilai sudah tepat dalam menangani fenomena radikalisme yang tumbuh. Khususnya dalam melibatkan banyak ormas keagamaan, ulama dan tokoh masyarakat.
“Saya melihat pemerintah, melalui BNPT, sudah membentuk Gugus Tugas Pemuka Lintas Agama, yang anggotanya terdiri dari berbagai tokoh-tokoh dari berbagai ormas keagamaan yang ada di Indonesia. Hal itu menunjukkan komitmen pemerintah untuk berjalan bersama pesantren dalam penanggulangan radikalisme dan terorisme di Indonesia ini,” Kata Gus Najih.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV