> >

Menilik Pro Kontra Museum Holocaust Yahudi di Minahasa dan Efeknya bagi Muslim Indonesia

Peristiwa | 4 Februari 2022, 12:52 WIB
Museum Holocaust berada di samping Sinagoge Shaar Hasyamayim, di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Terlihat karangan bunga dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Minahasa dan dua mobil minibus terparkir di depan bangunan sinagoge, Kamis (3/2/2022) pukul 13.52 Wita. (Sumber: KOMPAS.com/SKIVO MARCELINO MANDEY)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Monique Rijkers, pendiri Hadassah of Indonesia, organisasi edukasi Yahudi, Israel dan Palestina itu mengaku kecewa terhadap penolakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terhadap Museum Holocaust di Minahasa, Sulawesi Utara.

Tidak hanya menolak, MUI dan PKS bahkan meminta museum itu ditutup permanen karena diduga akan melanggengkan dominasi Israel atas Palestina dan melukai perjuangan muslim Indonesia membantu Pelestina.

Museum Holocaust itu sendiri dibuka secara resmi pada tanggal 27 Januari 2022 lalu, bertepatan dengan peringatan Holocaust dunia dan sempat memicu pro dan kontra di masyarakat.

“Sangat disayangkan ditolak oleh kedua institusi resmi itu. Seharusnya MUI dan PKS turut membantu edukasi Holocaust agar sikap rasis seperti yang dilakukan Nazi tidak terulang lagi,” paparnya kepada KOMPAS TV lewat pesan Whatsapp, Kamis (3/2/2022) malam.

Monique lantas mengatakan, di Indonesia, rasa antipati terhadap Yahudi masih kuat. Terbukti dengan penolakan Museum Holocaust ini yang sebetulnya, lanjut Monique, adalah fakta sejarah dunia.

“Apa bisa MUI dan PKS menolak fakta sejarah dunia? Cuma kebencian yang sanggup membutakan kebenaran dan fakta adanya genosida terhadap orang Yahudi oleh Nazi,” tambahnya.

Monique lantas menjelaskan, pemeran tersebut merupakan bagian dari Ready2Print, program Museum Holocaust Yad Vashem di Yerusalem.

“Siapa saja bisa minta materi untuk pameran Holocaust. Topik yang dipamerkan dan durasi pun bisa dipilih sesuai kebutuhan,” tandasnya.

Hal berbeda diutarakan oleh Ketua MUI Bidang Hubungan Internasional Sudarnoto Abdul Hakim, yang menilai penolakan dan permintaan untuk menghentikan kegiatan ini bukanlah urusan ideologis agama Yahudi.

“Jadi, ini bukan soal ideologis agama Yahudi, tapi soal zionisme politik Israel. Perlakuan Israel ke Palestina yang bisa berpengaruh (pada) urusan diplomasi,” papar Sudarnoto kepada KOMPAS TV, Rabu lalu (2/2).

Sudarnoto lantas menyoroti masalah terkait Israel dan Palestina yang sejak 1948 tidak pernah terselesaikan.

“Saya ingin mengatakan, penjajahan Israel sejak tahun 1948 adalah bentuk aneksasi dan genosida. Sama jahatnya dengan holocaust,” tambahnya.

Baca Juga: Polemik Museum Holocaust Yahudi di Minahasa, NU DKI Minta Tidak Bawa Kepentingan Negara Tertentu

Pro Kontra

Pertanyaan yang kemudian mengemuka dan jadi perdebatan publik adalah mengapa museum holocaust itu justru dibuat di Indonesia, bukan di negara lain?

Sudarnoto lantas menjelaskan, hal itu secara diplomatik akan menganggu upaya-upaya diplomasi Indonesia yang berusaha membebaskan Palestina dari cengkeraman Israel.

“Museum adalah narasi dan literasi. Termasuk museum Holocaust. Narasi ini bahaya, narasi terkait Yahudi dan Israel adalah teraniaya, dan berasal dari Indonesia muslim terbesar dunia,” tambahnya.

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU