Alissa Wahid soal Perusakan Sesajen: Orang Memaksakan Ajarannya Kepada Pihak Lain, Itu Pelanggaran
Berita utama | 18 Januari 2022, 10:40 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian Indonesia Alissa Wahid mengatakan, siapa pun di Indonesia tidak boleh memaksakan ajaran agamanya kepada orang lain.
Sebagai bangsa yang menjunjung nilai-nilai toleransi dan pluralisme, perusakan sesajen mencoreng hak kebebasan beribadah dan berkeyakinan agama lain.
Demikian Alissa Wahid dalam keterangannya sebagaimana dikutip Antara, Selasa (18/1/2022).
“Jadi bukan soal sesajen itu haram atau tidak. Kita bisa berbeda pendapat soal itu (sesajen), tapi yang jelas tidak boleh mengambil hak orang lain. Dan ketika ada orang memaksakan ajarannya kepada orang lain di negara ini, nah itu merupakan pelanggaran,” tegas Alissa.
Lebih lanjut, Ketua Tanfidziyah PBNU 2022–2027 ini menyoroti adanya kelompok yang justru mendukung aksi tidak beradab perusak sesajen.
Baca Juga: Pengacara Sebut Video Pria Tendang Sesajen Hanya Dibagikan di Grup Kajian Ibu-Ibu: untuk Mengedukasi
Putri Presiden RI ke-4 (alm) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini memahami, hal tersebut dikarenakan mereka mengganggap tengah menjalankan perintah agama.
“Kenapa banyak yang mendukung? Karena mereka menganggap sedang menjalankan perintah agama. Tapi dia juga lupa, bahwa menghormati hak orang lain itu termasuk perintah agama juga,” ucap Alissa.
Termasuk, sambung Alissa, perintah menaati peraturan, membangun kehidupan bersama yang baik dan membangun kemaslahatan umat.
Oleh karena itu, Alissa menilai perilaku perusak sesajen tidak etis jika dianggap sebagai kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berpikir.
“Dalam Al Quran tertuang, ‘la iqro hafidzin’, yaitu tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Itu panduan, jadi kebebasan berpendapat itu betul, tapi tidak sama dengan bertindak semau-maunya,” jelas Alissa.
Tak hanya itu, lanjut Alissa, dalam Al Quran Surat Al Maidah ayat 8 dikatakan ‘Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa’.
“Seseorang yang berlaku intoleran, tidak memahami kaidah hidup beragama yang sudah digariskan di dalam Islam. Soal keadilan itu sudah jelas sekali tertuang di dalam Al Quran,” ujar Alissa
Atas dasar itu, Alissa menekankan kepada masyarakat agar tidak mentafsirkan sesuatu secara tekstual atau mempedomani satu perintah saja untuk dipraktikan, tanpa memahami makna dan nilai dibaliknya.
Baca Juga: Sorotan Berita: Penendang Sesajen Ditangkap, Fico Fachriza Kena Narkoba, hingga Gempa Banten 6,6 M
“Jadi tidak bisa kita hanya mempedomani satu perintah saja tentang memberantas kemusyrikan. Dan kebanyakan orang itu seringkali hanya berhenti di praktiknya tapi tidak paham nilainya,” katanya.
Dalam keterangannya, Alissa pun mengingatkan dua hal yang dapat dilakukan kelompok moderat agar bersikap bijak ketika menghadapi fenomena kasus intoleransi dan ujaran kebencian atas nama agama.
“Pertama, tokoh moderat serta pemuka agama perlu menyampaikan pendapatnya, karena kalau tidak berpendapat itu kemudian seakan-akan menjadi hal yang dianggap benar. Sehingga tokoh moderat dan pemuka agama perlu menasihati dan meluruskan pemahaman keagamaan yang dangkal seperti itu,” ucapnya.
Kemudian yang kedua, memperkuat hubungan antar-kelompok masyarakat yang masih ingin merawat bangsa Indonesia.
“Jadi itu penting kita bersuara dengan lantang bahwa kita tidak ingin tindakan seperti ini tumbuh subur di Indonesia. Saya berharap hal ini akan dapat menghimpun dan menimbulkan suara yang lantang menolak praktik intoleransi di bumi pertiwi,” jelasnya.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV