BMKG: Patahan Megathrust Selat Sunda Bisa Picu Gempa M 8,7
Update | 17 Januari 2022, 10:26 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan adanya potensi gempa besar dari megathrust Selat Sunda.
Gempa tersebut dipredikasi bisa mencapai bermagnitudo (M) 8,7 dan berpotensi tsunami.
Potensi gempa itu dikerenakan segmen megathrust Selat Sunda merupakan salah satu zona seismik gap di Indonesia, yang selama ratusan tahun belum terjadi gempa besar.
Baca Juga: Gempa Susulun di Banten Masih Berlanjut, Pagi Ini Tercatat Gempa dengan Kekuatan 5,4
Bahkan, Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, gempa Ujung Kulon, Banten kemarin sebenarnya bukan ancaman sesungguhnya.
Sebab, kata dia, segmen megathrust Selat Sunda mampu memicu gempa dengan magnitudo tertarget mencapai 8,7.
"Inilah ancaman yang sesungguhnya," kata Daryono dilansir dari Antara.
Ancaman itu pun perlu diwaspadai karena dapat terjadi sewaktu-waktu.
Daryono mengatakan, hingga saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi kapan gempa terjadi.
Kendati begitu, dengan kondisi ratusan tahun belum terjadi gempa besar di Selat Sunda itu bisa jadikan alarm.
Terlebih, Selat Sunda berada di antara dua lokasi gempa besar yang merusak dan memicu tsunami, yaitu Gempa Pangandaran magnitudo 7,7 pada 2006 dan Gempa Bengkulu magnitudo 8,5 pada 2007.
Baca Juga: Pasca-gempa di Banten, Warga Mulai Perbaiki Rumahnya! Sementara, Polda Banten Bantu Pembersihan
Berdasarkan catatan sejarah gempa dan tsunami, di wilayah Selat Sunda memang sering terjadi tsunami. Di antaranya, tsunami pada 1722, 1852, dan 1958 disebabkan oleh gempa.
Lalu, tsunami juga pernah terjadi pada 416, 1883, 1928, 2018 berkaitan dengan erupsi Gunung Krakatau.
Sedangkan tsunami tahun 1851, 1883 dan 1889 dipicu aktivitas longsoran.
Daryono mengatakan, gempa kuat dan tsunami adalah proses alam yang tidak dapat dihentikan, bahkan memprediksi kapan terjadinya pun juga belum bisa.
Akan tetapi, lanjut Daryono, dalam ketidakpastian itu, pemerintah masih dapat menyiapkan upaya mitigasi konkret. Seperti membangun bangunan tahan gempa, memodelkan bahaya gempa dan tsunami, kemudian menjadikan model tersebut sebagai acuan mitigasi.
Daryono juga menyebut perlunya perencanaan wilayah berbasis risiko gempa dan tsunami. Menyiapkan jalur evakuasi, memasang rambu evakuasi, membangun tempat evakuasi, berlatih evakuasi/drill secara berkala, termasuk edukasi evakuasi mandiri.
"Selain itu, BMKG juga akan terus meningkatkan performa peringatan dini tsunami lebih cepat dan akurat," ujar Daryono.
Baca Juga: 278 Rumah Rusak Berat Akibat Gempa M 6,6 Banten, BNPB: Total yang Terdampak 1.378
Penulis : Hedi Basri Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Antara