> >

Media Sosial Dapat Sebabkan Penipu Merasa Lebih Aman Melancarkan Aksinya

Sapa indonesia | 15 Januari 2022, 11:25 WIB
Enda Nasution berpendapat media sosial dapat menyebabkan penipu merasa sedikit lebih aman dalam melaksanakan aksinya karena tidak bertemu langsung dengan korbannya. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Media sosial (medsos) dapat menyebabkan penipu merasa sedikit lebih aman dalam melaksanakan aksinya karena tidak bertemu langsung dengan korbannya.

Pengamat media sosial,  Enda Nasution, menjelaskan media sosial adalah sebuah media yang fungsi kebutuhan masyarakatnya adalah bertukar informasi.

Namun, media sosial juga kerap digunakan sebagai media bagi penipu untuk mencari korbannya.

Setidaknya ada tiga penyebab yang membuat media sosial kerap dijadikan media mencari korban.

Pertama, media sosial sebagai tempat bertukar informasi.

Baca Juga: Pamer Sibuk Kerja di Media Sosial, Benarkah Jadi Keren? Atau Hanya Jebakan Hustle Culture?

Kedua, adalah sebenarnya ada semaacam rasa keamanan dari para penipu karena mereka tidak bertemu secara langsung dengan audiencenya,” kata Enda saat menjadi narasumber dalam Sapa Indonesia Akhir Pekan Kompas TV, Sabtu (15/1/2022) pagi. 

“Artinya, informasi maupun risiko yang diterima oleh pelaku ini sedikit terlindungi karena kita tidak pernah berinteraksi fisik secara langsung,” lanjut Enda.

Penyebab ketiga, sebagai tempat pertukaran informasi, masyarakat sering kali teriming-imingi oleh orang lain di media sosial, yang seolah-olah sudah mendapatkan keuntungan.

Sehingga mereka terpancing untuk ingin tahu.

“Kok bisa ya mendapat penghasilan sebegitu besarnya dari mana. Sisi lain juga kita sama-sama tahu banyak orang pamer kekayaan di media sosial dan kita enggak tahu ini kekayaannya berasal dari mana.”

Hal ini, lanjut Enda, secara psikologis membuat orang berfikir bahwa jangan-jangan ada sesuatu yang dia belum tahu yang orang lain sudah melakukan dan mendapatkan hasilnya.

Maraknya korban penipuan dari media sosial, lanjut Enda, juga dipengaruhi oleh rendahnya literasi media sosial atau literasi digital masyarakat.

Baca Juga: Waspadai 3 Kemungkinan Investasi Bodong Menurut OJK, Termasuk Penawaran Keuntungan yang Fix

Untuk mencegah dan meminimalisir hal semacam itu di media sosial, sejak tahun 2017 Enda dan beberapa rekannya telah melakukan kegiatan yang dinamai Gerakan Bijak Sosial Media.

“Saya dan teman-teman juga ada kegiatan bernama Gerakan Bijak Sosial Media, salah satunya memang membahas investasi, tapi juga seperti kemarin pandemi banyak juga informasi hoaks tentang kesehatan, misalnya. Kemudian secara sosial politik.”

“Kadang-kadang sesuatu informasi yang kita dapat dari sumber yang terpercaya pun ternyata bisa berubah,” lanjutnya.

Jadi, menurutnya memang tidak ada lagi kepastian informasi yang bisa kita percaya, dan kita harus terus meng-update informasi terbaru.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU