Putri Rahmat Effendi Duga Ada Unsur Politik di Balik Penangkapan Ayahnya: Kuning Sedang Diincar
Politik | 9 Januari 2022, 04:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Putri Rahmat Effendi, Ade Puspitasari, menduga ada unsur politik dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang melibatkan ayahnya, Rabu (5/1/2022).
Dugaan unsur politik tersebut diungkapkan Ade Puspitasari saat acara pelantikan pengurus Kecamatan Partai Golkar se-Kota Bekasi di Graha Girsang Jatiasih, Bekasi Selatan, Sabtu (8/1/2021).
Video pernyataan Ade soal dugaan unsur politik tersebut menjadi viral di media sosial. Salah satu warganet yang mengunggah pernyataan ade yakni akun instagram @infobekasi.coo.
Dalam video tersebut Ade menyatakan tidak ada transaksi suap yang dilakukan ayahnya saat ditangkap KPK.
Baca Juga: Tumpukannya Sampai Semeja, Ini Penampakan Barbuk Uang Suap yang Disita KPK dari Rahmat Effendi
Menurutnya saat penangkapan KPK hanya membawa Rahmat Effendi dan tidak membawa uang.
Ade menyatakan barang bukti yang disita KPK bukanlah uang yang didapat saat menangkap Rahmat Effendi, melainkan diambil dari tiga pihak yang merupakan pengembangan penyelidikan.
Ade juga memastikan banyak saksi yang dapat dikonfirmasi terkait tidak adanya transaksi saat penangkapan Rahmat Effendi.
Kala itu KPK hanya membawa Rahmat Effendi dan tidak membawa uang seperti yang dijelaskan lembaga antirasuah saat jumpa pers OTT di Kota Bekasi dan Jakarta, Jumat (7/1/2021).
Baca Juga: Jejak Rahmat Effendi: Dari Orang Terkuat Bekasi, Pernah Jadi Sopir hingga Tersangka Korupsi
"Bahwa Pak Wali bersama KPK tidak membawa uang dari pendopo. Uang yang ada di KPK itu uang yang ada di luaran dari pihak ketiga, dari Kepala Dinas, dari Camat. Itu pengembangan, tidak ada OTT," ujarnya seperti dikutip dari video di akun instagram @infobekasi.coo, Sabtu (8/1/2022).
Dalam video pidato yang viral itu, Ade menduga ada upaya untuk menjerumuskan Rahmat Effendi dalam kasus korupsi.
Menurutnya, penangkapan KPK menjadi bagian pembunuhan karakter kepada Rahmat Effendi dan Partai Golkar di Kota Bekasi.
"Memang ini pembunuhan karakter, memang ini kuning sedang diincar. Kita tahu sama tahu siapa yang mengincar ini. Tapi nanti di 2024, jika kuning koalisi dengan orange, matilah yang warna lain," ujarnya.
Baca Juga: Sebut Tidak ada Transaksi Suap, Putri Rahmat Effendi Ungkap Detik-Detik sang Ayah Ditangkap KPK
Di kesempatan berbeda, Ade membenarkan pernyataannya terkait OTT Rahmat Effendo dalam video yang viral di media sosial.
Melalui aplikasi pesan Ade Puspitasari menyatakan seluruh pernyataan yang sampaikan dalam video tersebut merupakan bentuk motivasi kepada para kader Golkar.
"Bahwa yang saya sampaikan adalah motivasi dan suplementasi kepada kader, agar tidak terusik oleh bisingnya gerakan destruktif terhadap kader Golkar Kota Bekasi," ujar Ade.
KPK Punya Bukti
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan seluruh kegiatan operasi tangkap tangan KPK terhadap Rahmat Effendi dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
KPK, sambung Ali Fikri, juga melakukan dokumentasi secara detail baik foto maupun video dalam proses OTT tersebut yang begitu jelas dan sangat terang bahwa pihak-pihak yang terjaring dalam beserta dengan barang buktinya.
Baca Juga: KPK Temukan Uang Miliaran saat OTT Rahmat Effendi di Rumah Dinas, Begini Kronologinya
Ali Fikri menyatakan penting untuk dipahami masyarakat bahwa yang dikatakan tertangkap tangan adalah sedang melakukan tindak pidana, segera sesudah beberapa saat melakukan, sesaat kemudian diserukan oleh khalayak, atau sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.
"Kami mengingatkan pihak-pihak agar tidak beropini dengan hanya berdasarkan persepsi dan asumsi yang keliru atau sengaja dibangun," ujar Ali Fikri dalam pesan tertulisnya, Sabtu (8/1/2021).
Ali menambahkan ujaran kontraproduktif seperti itu hanya akan memicu kesalahpahaman publik dan membuat gaduh proses penegakan hukum yang telah taat asas.
Baca Juga: Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Pakai Kode Sumbangan Masjid untuk Minta Jatah ke Pengusaha
Penanganan perkara oleh KPK tidak pandang bulu dan tentu tidak terkait karena latar belakang sosial politik pelakunya.
"Dalam proses pembuktiannya nanti, tentu Majelis Hakim yang punya kewenangan mutlak dan independen untuk memutus apakah para pihak bersalah atau tidak," ujar Firli.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV