Penjelasan Ahli soal Tulisan Arab Melayu Kantor Gubernur Riau yang Dianggap Kadrun dan Arabisasi
Peristiwa | 6 Januari 2022, 09:39 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Cuitan komentar netizen tentang tulisan Arab-Melayu di Kantor Gubernur Riau viral hingga jadi trending populer di Indonesia pada Rabu sore hingga malam hari (5/1/2022).
Netizen itu heran dan seakan bertanya hingga tampak mengarahkan tudingan berupa kadrun dan arabisasi telah terjadi, lewat tulisan Arab Melayu di Kantor Gubernur Riau.
"Negara kita sudah jadi cabang negara arab?" cuitnya yang kedua, setelah sebelumnya bicara soal kadrun dan arabisasi.
Baca Juga: Ramai Tulisan Arab Melayu di Kantor Gubernur Riau Digunjing Netizen, Ahli Jelaskan Faktanya
Akun yang pertama mencuit hal itu bernama @kimansu dan ketika dilihat KOMPAS TV pada pagi hari, Kamis pagi pukul 08.20 WIB (6/1) sudah deactive. Tapi perdebatan tentang tulisan Arab-Melayu masih jadi terjadi dan ramai.
Kantor Gubernur Riau yang berada di Jl Jenderal Sudirman No.460 Jadirejo, Pekanbaru Kota, Riau, itu memang terdapat sebuah gerbang yang bertuliskan KANTOR GUBERNUR RIAU dan tulisan Arab-Melayu yang memakai bahasa Arab berada tepat di bawahnya.
Jika dibaca, tulisan arab itu bunyinya sama dengan tulisan di atasnya, yakni: kantor gubernur Riau. Bedanya, tulisan memakai tulisan Arab-Melayu dengan bunyi bahasa Indonesia.
Lantas, kenapa tulisan Arab-Melayu diributkan hingga muncul tuduhan kadrun hingga arabisasi?
Arab-Melayu Produk Islam di Nusantara
Alumnus Pascasarjana Susastra Universitas Indonesia (UI) Alhafiz Kurniawan menjelaskan terkait fenomena Arab-Melayu yang sering disalahpahami orang.
“Itu sebenarnya kan aksara jawi disebut juga arab-melayu. Ia sebenarya dipengaruhi atau bisa dikatakan produk Islam di Nusantara,” papar Alhafiz dalam sambungan telepon kepada KOMPAS TV, Rabu (5/1/2022).
Soal tuduhan kadrun atau arabisasi, lanjut Alhafiz, hal itu sudah jauh secara penafsiran. Bahkan dinilai seolah sengaja diseret ke arah politis.
“Adapun soal tuduhan kadrun atau arabisasi, kukira itu sudah isu politis,” papar Hafiz.
Ia lantas menjelaskan, kultur masyarakat di Nusantara sejak ratusan tahun lalu sebenarnya tidak asing terhadap arab-melayu yang disebut juga Aksara Jawi, atau jika di Jawa disebut pegon.
“Padahal, kultur masyarakat Islam di Nusantara sudah ratusan tahun menggunakan aksara jawi tersebut sebelum politik etis kolonial mengharuskan penulisan aksara latin,” tandasnya.
Alhafiz yang juga dosen Agama Islam di Universitas Indonesia (UI) itu lantas menjelaskan, fenomena seperti penulisab Arab Melayu atau kalau di Aksara-Jawa dalam ukiran di kantor-kantor gubernuran maupun kerajaan di Jawa adalah hal biasa.
“Makanya hal itu biasa saja. Aksara jawi ini juga dipakai di kawasan Melayu Nusantara, misalnya di Melayu Sumatra, Melayu Jakarta, Melayu Kalimantan, Maluku, Sulawesi, dan juga Nusa Tenggara,” tambahnya.
Baca Juga: Gatot Nurmantyo Minta Masyarakat Hilangkan Pemakaian Kata Kadrun dan Kampret
Hikayat Tulisan Arab Melayu di Nusantara
Pria yang juga mengkaji Literatur Klasik Islam di Nusantara itu lantas menjelaskan lebih lanjut soal bahasa Melayu yang banyak terpengaruh oleh bahasa Sanskerta.
Lantas, ditulis dalam aksara jawi karena pengaruh Islam di Nusantara. Di Jawa kerap juga disebut pegon.
Ia juga bercerita soal aksara jawi atau Arab-Melayu yang dipakai ketika mengaji pada zaman dahulu agar mudah membaca Alquran.
“Sebenarnya, anak-anak saat sekolah zaman dulu di SR (Sekolah Rakyat) malah tetap menggunakan aksara jawi atau Arab-Melayu itu,” tuturnya.
Sehingga anak-anak kampung yang mengenyam SR itu, kata Alhafiz, lebih mudah membaca Alquran saat ngaji sore/malam di langgar daripada anak kampung yang nggak sekolah sama sekali.
“Ini yang justru menarik. Karena di SR mereka juga pakai aksara jawi agar mudah,” katanya.
Hal senada juga di Jawa, kata Alhafiz, misalnya soal penulisan Tafsir Al-Ibriz karya KH Bisri Mustofa yang masyhur di kalangan pesantren sebagai contoh. Atau Raja Ali Haji dalam karya-karyanya dengan menggunakan Arab-Melayu.
Baca Juga: Rumah Anggota TNI AL Tampung PMI Ilegal, KSAL: Pasti Dihukum, Tidak Ada Prajurit yang Lolos
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV