Ketua Panja: RUU TPKS Lex Specialis, Jadi Tidak Mengatur Perzinahan yang Sudah Ada di KUHP
Politik | 6 Januari 2022, 04:54 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS Willy Aditya memastikan telah mengakomodir seluruh masukan dari setiap fraksi dalam pembentukan rancangan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Termasuk mengenai frasa sexual consent atau persetujuan kedua belah pihak yang terlibat dalam kegiatan seksual.
"Sexual consent ini dianggap sebagai pintu masuk dari perilaku seks bebas, menurut prespektif dari teman-teman. Untuk mencari jalan tengah (Sexual consent) itu tidak kita masukkan," ujar Willy saat tampil di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Rabu (5/1/2022).
Baca Juga: Fraksi PKS Bersikeras Pengaturan Penyimpangan Seksual dan Zina Ditambah di RUU TPKS
Willy menambahkan wujud dari RUU TPKS adalah negara hanya mengatur kekerasan agar tidak ada kekerasan yang dikuasai, digunakan dan dilakukan oleh individu atau kelompok di dalam negara.
Meski dalam RUU TPKS tidak mengatur mengenai perilaku, bukan berarti RUU TPKS ini belum siap untuk menjadi undang-undang.
Di sisi lain UU yang mengatur mengenai perilaku yang mengarah pada kejahatan seksual atau perzinahan sudah ada dalam KUHP.
"UU ini lex specialis, jadi kami tidak mengatur apa yang sudah termasuk dalam UU yang sudah ada termasuk perzinahan sudah ada di KUHP," ujar Willy.
Baca Juga: Panja Targetkan RUU TPKS Disahkan Dalam Satu Kali Masa Sidang Berikutnya
Lebih lanjut Willy juga memastikan jika tidak ada kendala RUU TPKS dapat disahkan menjadi UU pada Maret 2022 mendatang.
Kendala yang dimaksud semisal surat presiden (surpres) segera dikeluarkan dan tidak ada revisi dari pemerintah.
"Saya koordinasi dengan ketua gugus tugas percepatan RUU TPKS, presiden karena sudah berpidato Supres dan DIM (daftar investasi masalah) sudah disiapkan," ujarnya.
Menurutnya, untuk mengesahkan RUU tersebut menjadi Undang-undang, hanya diperlukan waktu selama satu masa sidang.
Baca Juga: DPR Respons Jokowi soal RUU TPKS: Kami Prioritaskan Segera ke Bamus untuk Dikirim ke Presiden
"Paling lama 1,5 bulan. Masa sidang ini kan sampai Februari. Kalau surpres nya bisa turun cepat. Kalau berdasarkan peraturan perundang-undangan, surpres itu maksimal 60 hari," ujar Willy.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV