RUU TPKS dan Pekerja Rumah Tangga Tak Kunjung Disahkan, Akademisi: Bagaimana Bicara Demokrasi?
Politik | 28 Desember 2021, 23:55 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Pusat Gender dan Demokrasi LP3ES Julia Suryakusuma menyinggung soal tak kunjung sahnya aturan-aturan yang diperlukan perempuan, yaitu RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan RUU Pekerja Rumah Tangga.
“Sudah jelas sekali ini urgensinya mengesahkan RUU TPKS itu, tapi tidak juga dilakukan (pengesahan)," ujar Julia Suryakusuma pada Selasa (28/12/2021), dikutip dari Antara.
Ia pun menyoroti banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan di lingkungan keluarga dan sekolah.
Baca Juga: Anak Perempuan 13 Tahun Hilang 4 Hari, Ternyata Dijual Pacarnya di Apartemen Kalibata
"Belakangan ini kekerasan terhadap perempuan itu marak sekali, perkosaan, pokoknya tiap hari itu kita pasti dengar berita tentang kekerasan terhadap perempuan oleh orang-orang yang seharusnya bertugas melindungi, yaitu dalam keluarga, sekolah dan lembaga agama," kata Julia.
Julia pun mempertanyakan komitmen pemerintah dan DPR terkait pelibatan perempuan dalam proses demokrasi.
"Bagaimana mungkin bicara mengenai demokrasi jika 50 persen dari penduduk diabaikan dari segi jumlah maupun sudut pandang mereka?!" tanya Julia retoris.
“Kekerasan tidak pernah menjadi bagian dari demokrasi, dan belakangan ini, kekerasan terhadap perempuan itu marak sekali,” imbuhnya.
Menurut Julia, Indonesia membutuhkan kesetaraan gender untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang adil, makmur dan kuat.
"Tanpa kesetaraan gender kita tidak akan pernah menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan kuat yang kita dambakan," tegas Julia.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar RUU TPKS dan RUU untuk pembantu rumah tangga agar segera disahkan.
"RUU TPKS dan RUU untuk pembantu rumah tangga juga karena itu juga sudah lama sekali digantung saja dan tidak kunjung disahkan," ucap Julia.
Baca Juga: Wakil Ketua DPR Sebut RUU TPKS Disahkan Saat Rapat Paripurna Januari 2022
Untungkan Ekonomi
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pernah mengatakan, kesetaraan gender dapat menambah nilai perekonomian dunia atau Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 26 persen pada tahun 2025.
Sri Mulyani merinci, kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki, belum termasuk gender lainnya, dapat menambah PDB dunia sebesar 28 triliun dolar AS.
"Ini adalah saat kita dengan penuh menyetarakan peran perempuan dengan laki-laki, khususnya di ekonomi dan pasar ketenagakerjaan," ujar Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (22/12/2021).
Sri Mulyani menyebut, percepatan langkah kesetaraan perempuan saja dapat berpotensi mendongkrak ekonomi dunia berpotensi setidaknya 12 triliun dolar AS atau 11 persen dari PDB global di tahun 2025.
Sebab itu, Sri Mulyani yakin, keuntungan dari kesetaraan gender ini sangat nyata, meskipun masih belum juga tercapai hingga saat ini.
Menurut Sri Mulyani, kajian World Economic Forum menunjukkan bahwa akan memakan waktu sekitar 100 tahun agar dunia bisa mencapai kesetaraan gender.
"Jadi ini adalah jalan yang sangat panjang bagi kita semua," kata Sri Mulyani.
Baca Juga: BP2MI Temukan Dugaan Keterlibatan Prajurit TNI dalam Kasus Pengiriman Pekerja Migran Ilegal ke Johor
Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Antara