> >

4 Opsi Ombudsman terkait Tenaga Honorer, Salah Satunya Penghapusan

Sosial | 28 Desember 2021, 12:25 WIB
Ombudsman RI menawarkan empat opsi terkait sejumlah maladministrasi terkait keberadaan tenaga honorer di instansi pemerintah. Salah satunya adalah penghapusan (Sumber: Tangkapan layar)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Ombudsman RI menawarkan empat opsi terkait sejumlah maladministrasi terkait keberadaan tenaga honorer di instansi pemerintah. Salah satunya adalah penghapusan tenaga honorer.

Kepala Keasistenan Analisis Pencegahan Maladministrasi Keasistenan Utama VI Ombudsman RI, Ani Samudra Wulan, menjelaskan empat opsi tersebut, Selasa (28/12/2021).

“Melakukan penghapusan bersyarat tenaga honorer. Pertama, menyusun peraturan presiden terkait pemberhentian tenaga honorer di seluruh kementerian, lembaga dan pemerintah daerah,” ujarnya dalam Diskusi Publik terkait Kebijakan Tata Kelola Tenaga Honorer pada Instansi Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Baca Juga: 8 Bulan Belum Gajian, Ratusan Guru Honorer di Maluku Utara Desak Gubernur Copot Kadis Pendidikan

Pemberhentian tersebut dilakukan sampai masa transisi hingga tahun 2023, sebagaimana PP No 49 tahun 2018 tentang manajemen P3K.

“Harapannya tahun 2023 status tenaga honorer tidak kita temui lagi dan permasalahan tenaga honorer bisa selesai,” imbuhnya.

Kedua, lanjut dia, menyusun Peraturan Presiden untuk melaksanakan Pasal 96 ayat (1) PP No 49 tahun 2018, yang melarang PPK atau Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain mengangkat pegawai Non-PNS dan atau non PPPK untuk mengisi jabatan ASN.

Ketiga, memberlakukan pengendalian dan penegakan sanksi fiskal dan administratif pada pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain yang mengangkat tenaga honorer.

Opsi lain yang ditawarkan oleh Ombudsman RI adalah mengalihkan tenaga honorer menjadi ASN, sebagaimana UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN.

“Yaitu jenis kepegawaian diakui adalah PNS dan PPPK. Sehingga diharapkan segera merumuskan kebijakan afirmatif pengalihan secara administratif berupa pendataan, pemberkasan, verifikasi dan validasi tenaga honorer ke ASN,” tuturnya.

Opsi selanjutnya adalah memperlakukan tenaga honorer layaknya karyawan, sebagaimana UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Opsi itu mengharapkan agar pemerintah merumuskan kebijakan pengupahan berdasarkan skala dan struktur upah, khususnya untuk tenaga honorer yang bekerja di atas satu tahun.

Sementara untuk tenaga honorer yang bekerja di bawah satu tahun, diharapkan pemerintah memberlakukan standar UMR daerah masing-masing.

Pemerintah sebagai pemberi kerja juga perlu memberi perlindungam berupa jaminan sosial kesehatan maupun ketenagakerjaan kepada honorer sebagai peserta penerima upah (PPU).

Baca Juga: Seleksi Honorer Pemkot Makassar Tak Terapkan Prokes

“Pemerintah memberikan perhatian kelayakan dalam hubungan pascakerja dengan membuat kebijakan terhadap pascakerja berupa jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan pesangon,” kata dia.

Sementara, opsi keempat atau terakhir, yang disarankan oleh Ombudsman adalah membiarkan dan melanjutkan saja segala proses biasa sebagaimana adanya saat ini, atau do nothing.

Ombudsman juga meminta DPR RI untuk merevisi UU ASN untuk mengakomodir keberadaan tenaga honorer sebagai salah satu jenis pegawai pemerintahan.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU