Terdakwa Korupsi Asabri Heru Hidayat Buka Suara Usai Dituntut Hukuman Mati: Jaksa Zalim
Hukum | 14 Desember 2021, 10:13 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) zalim karena menuntut hukuman mati terhadap dirinya.
Menurutnya, tuntutan mati yang disampaikan jaksa merupakan suatu bentuk abuse of power. Hal itu dinilainya menyimpang dari koridor hukum.
Baca Juga: Heru Hidayat, Terdakwa Dugaan Kasus Korupsi Dituntut Hukuman Mati
"Jelas tuntutan mati yang dibacakan jaksa minggu lalu adalah suatu bentuk abuse of power yang sangat zalim,” kata penasihat hukum Heru, Kresna Hutauruk saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi untuk kliennya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/12/2021).
“Kewenangan menuntut yang dimiliki oleh jaksa malah digunakan dengan menyimpang dari koridor hukum.”
Seperti diketahui, dalam sidang pada Senin (6/12/2021) lalu, JPU Kejagung menuntut Heru Hidayat dengan hukuman mati.
Tuntutan itu dipilih karena Heru dinilai terbukti melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp22,788 triliun dari pengelolaan dana PT Asabri (Persero) serta tindak pidana pencucian uang. Dalam tuntutannya, Heru Hidayat disebutkan mendapat keuntungan sebesar Rp12,643 triliun.
"Saya sungguh tidak mengerti, apa yang menjadi alasan dari jaksa sampai tega melakukan kezaliman seperti itu,” ujar Kresna masih membacakan pembelaan atas kliennya.
“Apakah karena adanya ambisi pribadi. Apakah hanya sekadar mencari ketenaran. Apakah ada dendam kepada saya atau pihak tertentu. Apakah ingin memamerkan kekuasaannya. Atau apakah ingin memberikan tekanan kepada pihak-pihak tertentu.”
Baca Juga: Profil Heru Hidayat, Presiden Komisaris yang Dituntut Hukuman Mati pada Kasus Korupsi Asabri
Menurut Kresna, apa pun alasan tersembunyi yang dimiliki, jaksa telah dibutakan hati nuraninya sehingga menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya, bahkan sampai rela mengorbankan nyawa manusia.
"Teringat kembali saya ketika dalam proses penyidikan jaksa berulang kali berkoar-koar di media bahwa saya melakukan tindak pidana pencucian uang dengan berinvestasi pada bitcoin,” kata Kresna melanjutkan.
“Pertama kali saya mendengar mengenai hal tersebut, saya sungguh terkejut karena saya memang tidak pernah berinvestasi bitcoin.”
Faktanya, Kresna menuturkan, tidak pernah ada pembahasan mengenai bitcoin sejak pembacaan surat dakwaan jaksa sampai dengan persidangan hari ini.
Namun, nama Heru dinilai sudah rusak di mata publik karena berulangkali di-framing melakukan tindak pidana pencucian uang dalam investasi bitcoin.
"Penggiringan opini publik dalam proses penyidikan juga dilakukan oleh jaksa terkait dengan kerugian negara. Sejak awal Februari jaksa sudah mengklaim adanya kerugian negara dalam perkara Asabri sebesar Rp23,7 triliun,” ucap Kresna.
Baca Juga: Dianggap Terbukti Korupsi Berulang, Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati Perkara Korupsi Asabri
“Padahal sebagaimana terungkap dalam persidangan, Tim Pemeriksa BPK baru mendapatkan surat tugas untuk melakukan penghitungan kerugian negara pada 26 Februari 2021, dimana BPK kemudian baru menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada 17 Mei 2021.”
Dalam proses restrukturisasi yang dilakukannya bersama Piter Rasiman, Heru menyebut Piter Rasiman terlebih dulu mengeluarkan uang untuk membeli saham-saham milik Asabri ataupun Reksadana Asabri yang sedang mengalami penurunan.
Dengan begitu, Asabri memiliki dana untuk membeli saham pengganti dan untuk melakukan subscribe di reksadana restrukturisasi.
"Dengan kata lain uang Asabri yang digunakan untuk investasi saham dan reksadana dalam rangka restrukturisasi secara tidak langsung merupakan uang dari Piter Rasiman," kata Kresna.
Heru, dalam pleidoi yang dibacakan Kresna itu, mengumpamakan Asabri sedang keracunan karena digigit ular berbisa. Kemudian Asabri meminta bantuan dirinya untuk mengisap racun tersebut.
Baca Juga: Banding Ditolak, Tersangka Korupsi Jiwasraya Heru Hidayat Tetap Jalani Hukuman Penjara Seumur Hidup
"Ketika saya hampir mengisap habis racun tersebut dari Asabri dan sudah terlihat tanda pemulihan dari Asabri, datanglah jaksa yang langsung menangkap saya dan memfitnah bahwa saya yang meracuni Asabri," tutur Kresna.
"Padahal ular berbisa yang menggigit Asabri masih berkeliaran di luar sana. Apakah karena ambisi yang membabi-buta sehingga jaksa tidak dapat membedakan siapa yang menggigit dan siapa yang menolong."
Hal tersebut menunjukkan bagaimana jaksa dapat berkoar-koar di media mengenai kerugian negara, padahal BPK belum mulai melaksanakan tugasnya.
"Lagi-lagi tindakan tersebut menunjukkan jaksa sudah bertindak di luar kewenangannya, demi hanya sekadar menggiring opini publik sehingga nama saya dan terdakwa lainnya sudah dicap buruk di masyarakat,” kata Kresna melanjutkan pleidoi kliennya.
“Menjadi pertanyaan juga bagi saya, apakah jaksa sengaja mengeluarkan pernyataan tersebut dalam rangka menekan dan memaksa BPK agar menuruti kemauannya.”
Baca Juga: Tersangka Korupsi PT Asabri Heru Hidayat Punya 20 Kapal Tanker, Segini Tarif Sewanya
Setelah menggiring opini publik terkait kerugian negara, tindakan abuse of power berikutnya yang dilakukan oleh jaksa adalah dengan melakukan penyitaan yang serampangan atas nama pemulihan kerugian negara yang bahkan belum selesai dihitung oleh BPK.
"Penyitaan secara serampangan dilakukan terhadap aset-aset pihak ketiga yang tidak ada kaitannya dengan perkara ini, bahkan mayoritas aset-aset tersebut sudah diperoleh oleh para pihak ketiga tersebut sebelum tempus perkara ini dan sebelum saya mengenal Asabri," kata Kresna.
Selain itu, beberapa aset yang disita merupakan aset dari perusahaan publik atau anak perusahaannya di mana mayoritas pemegang sahamnnya adalah masyarakat.
"Bahkan tindakan penyitaan tersebut diikuti dengan pelelangan aset sitaan saat penyidikan dengan dalih pemeliharaan yang mahal dan menjaga nilai aset. Padahal dalam perkara-perkara lain, jaksa dapat menitipkan aset yang disita tanpa perlu melakukan lelang," ujar Kresna.
Baca Juga: Tersangka Korupsi PT Asabri Heru Hidayat Punya 20 Kapal Tanker, Segini Tarif Sewanya
Pelelangan tersebut tentunya telah merugikan para pemilik aset, apalagi apabila dalam putusan nantinya aset-aset tersebut dinyatakan tidak ada kaitannya dengan perkara ini.
"Tindakan abuse of power tersebut jelas tidak hanya menzalimi saya saja, melainkan juga para pihak ketiga dan masyarakat umum," ujar Kresna.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Antara