Pengamatan Gunung Semeru Perlu Kombinasi Metode Lain, Bukan Hanya Metode Seismik dan Visual
Peristiwa | 10 Desember 2021, 20:19 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Geologi UGM Haryo Edi Wibowo menilai pemantauan aktivitas gunung api di Gunung Semeru perlu dikombinasikan dengan sejumlah metode pengamatan lainnya. Selama ini, pengamatan aktivitas Gunung Semeru memakai metode seismik dan pengamatan visual.
“Metode ini perlu dikombinasikan dengan pengamatan lain seperti deformasi dan geokimia gas,” ujarnya, dalam siaran pers, Jumat (10/12/2021).
Menurut Haryo, kehadiran tubuh lava di area puncak juga memerlukan pengamatan morfologi, photogrammetry ataupun UAV DTM, untuk identifikasi laju pertumbuhan dan tingkat kestabilan tubuh lava tersebut.
Terlebih, pengamatan visual memiliki keterbatasan pada faktor cuaca yang sangat berpengaruh terhadap jarak dan kejelasan pandang sehingga perlu dikombinasi dengan pengamatan kamera termal.
Baca Juga: Cuaca mendung, Aktivitas Gunung Semeru Didominasi Gempa Permukaan
Ia menjelaskan Gunung Semeru merupakan gunung api strato tertinggi di Pulau Jawa. Pusat erupsi dari gunung api ini adalah kawah Jonggring Seloko yang terletak di tengah struktur kawah besar yang membuka ke arah tenggara dan merupakan hulu dari sungai Curahlengkong, Besuk Kobokan, Sumbersari, Besuk Kembar, Besuk Bang, Besuk Sarat.
Gunung Semeru memiliki karakteristik letusan eksplosif dengan tinggi kolom erupsi kurang dari satu kilometer yang terjadi setiap hari. Kolom erupsi yang rendah ini menyebabkan material hasil erupsi yang berupa endapan jatuhan piroklastik banyak terendapkan di sekitar area puncak gunung api.
“Selain itu, aktivitas Gunung Semeru juga ditandai oleh munculnya kubah lava dan lava aliran di area puncak yang menghasilkan aliran piroklastik atau awan panas yang bergerak menuruni lereng hingga mencapai jarak 11 kilometer,” ucapnya.
Baca Juga: Pelaku UMKM Sumbangkan Produknya Untuk Pengungsi Gunung Semeru
Hujan dengan intensitas tinggi pada area puncak Gunung Semeru akan membawa endapan lepas dari jatuhan piroklastik.
Penulis : Switzy Sabandar Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV