Predator Anak Melalui Gim Online Free Fire Ditangkap di Tengah Laut, Ini Pekerjaannya
Hukum | 30 November 2021, 21:03 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap S (21) sebagai pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
S yang diketahui merupakan warga Berau, Kalimantan Timur (Kaltim) ini mengincar anak yang mainkan gim online Free Fire sebagai korban.
Kepolisian mendapatkan ada 11 anak perempuan dan remaja dengan rentang usia 9 hingga 17 tahun yang menjadi korban pelaku predator anak melalui Free Fire.
Baca Juga: Predator Seksual Terungkap! 11 Anak Jadi Korban Dengan Modus Iming-Imingi Beri Diamond Game Online
Kasubdit I Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Pol Reinhard Hutagaol menjelaskan, pelaku S ditangkap di Kecamatan Talisayan, Berau, Kaltim sekitar pukul 19.49 WITA, Sabtu (9/10/2021).
Kepolisan menangkap tersangka S di tengah laut, lantaran predator anak ini bekerja sebagai nelayan penjaga bagan.
"Bagan itu tempat penangkapan ikan di tengah laut, untuk ke tempat yang bersangkutan itu harus naik kapal dulu baru dapat. Jadi di Kalimantan itu ada bagan-bagan, di situ yang bersangkutan bekerja," ujar Reinhard di Mabes Polris, Selasa (30/11/2021).
Reinhard menjelaskan, modus yang digunakan S yakni memberi iming-iming diamond atau alat transaksi dalam gim online Free Fire kepada korbanya.
Baca Juga: Polisi Ringkus Predator Anak di Bengkulu
Awalnya, S yang menggunakan nama akun Reza ini berkenalan dengan salah satu pemain gim Free Fire yang menjadi korban.
Tersangka S kemudian bermain bersama korban berinisal D berusia 9 tahun di Free Fire hingga komunikasi beralih ke aplikasi WhatsApp.
Setelah beralih ke WhatsApp, predator anak S merayu korban akan diberi 500-600 diamond dengan syarat mengirimkan foto telanjang korban.
Baca Juga: Predator Seksual pada Anak Harus Dihukum Kebiri Kimia?
Tak hanya itu, tersangka S juga memaksa korban untuk mau diajak melakukan video call seks melalui aplikasi WhatsApp.
"Korban sempat menolak, namun tersangka mengancam akan menghilangkan akun gim korban, sehingga korban menuruti kemauan tersangka," ujar Reinhard.
Sebelas anak jadi korban
Reinhard menjelaskan, dari hasil pemeriksaan, ada 11 anak perempuan yang menjadi korban tersangka S yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Baca Juga: Istana: Presiden Jokowi Sangat Tegas Tidak Bisa Tolerir Predator Seksual Anak
Sebanyak empat anak sudah ditemukan dan telah dimintai keterangan. Sisanya tujuh anak belum ditemukan identitasnya.
Kasus predator anak melalui gim online ini terungkap dari orang tua korban D yang menemukan percakapan dewasa dari aplikasi WhatsApp sang anak.
Kala itu, sekitar bulan Agustus 2021, orang tua D ingin mengecek telepon gengam yang dipakai oleh anaknya. Namun D menahan sehingga menimbulkan kecurigaan.
Setelahnya, orang tua korban mengecek ponsel dan menemukan video porno, serta gallery yang dihapus di percakapan WhatsApp.
Baca Juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Kasus Pelecehan Terus Menimpa Anak-Anak dan Perempuan
"Setelah ditanya kepada si anak, (dia) mengaku video tersebut dikirim oleh teman main gimnya bernama Reza," ujar Reinhard.
Kasus ini juga mendapat perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia dengan mengirmkan surat KPAI Nomor 851/5/KPAI/VIII/2021, tanggal 23 Agustus 2021 perihal aduan konten negatif.
Kemudian Laporan Polisi Nomor LP/A/0574/IX/2021/SPKT.Dittipidsiber Bareskrim tanggal 22 September 2021.
Atas perbuatannya, predator anak S dijerat Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1), dan/atau Pasal 37 UU Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, dan/atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca Juga: Detik-detik Penangkapan Pelaku Kejahatan Seksual Anak, Pelaku Sempat Berkelit
Ancaman hukumannya paling lama 12 tahun penjara atau denda maksimal Rp6 miliar karena melibatkan anak sebagai objek pornografi.
Kemudian, hukuman paling lama 6 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp1 miliar karena mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV