Psikolog: Pegawai KPI Berinisial MS Alami PTSD akibat Pelecehan Seksual
Peristiwa | 29 November 2021, 16:32 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Psikolog Klinis Zoya Amirin menyatakan pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisial MS, terbukti mengalami Post Traumatic Stres Disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma, akibat pelecehan seksual yang dialaminya.
Pernyataan ini disampaikan Zoya sebagai bentuk analisis psikologis dari beberapa hasil konsultasi dan serangkaian tes psikologi yang telah dilakukan MS sejak 2019.
Adapun hasilnya, Zoya menyebut PTSD secara konsisten dialami oleh MS hingga sekarang.
"Secara konsisten dalam pemeriksaan psikologis, saya melihat MS mengalami PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder. Di mana secara psikologis, ini sangat-sangat konsisten, dimulai dari hasil pemeriksaan Polres Tamansari yang memiliki jangka waktu yang jauh kalau tidak salah dari tahun 2019 lalu ke tahun 2021," kata Zoya dalam konferensi pers secara virtual yang dipantau KOMPAS.TV, Senin (29/11/2021).
Lebih lanjut, Zoya menepis anggapan kepura-puraan dalam serangkaian pemeriksaan psikologis yang telah dilalui MS.
Bahkan, tindakan histeris MS saat berkonsultasi kepada psikiater merupakan tindakan yang normal dalam kasus PTSD.
"Kalau dia memalsukan beberapa kondisi-kondisi histeria atau stres ketika menceritakan masalahnya. Mereka (korban) tidak mendapatkan keuntungan dari pura-pura dilecehkan dari pura-pura histeris dari kondisi pemeriksaan," tegasnya.
Baca Juga: Komnas HAM soal Hasil Penyelidikan Pelecehan di KPI: Diduga Kuat MS Korban Pelanggaran HAM
Perlu diketahui, sebelum akhirnya mendapatkan penanganan psikologis dari Rumah Sakit Polri, MS lebih dulu berkonsultasi dengan psikolog di Puskesmas Tamansari, Rumah Sakit Pelni, hingga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Hasil pemeriksaan di Puskemas Tamansari dan LPSK sama-sama menyatakan bahwa MS terbukti mengalami PTSD. Sementara itu, psikolog dari RS Pelni menyebut bahwa MS mengalami gangguan maag.
Meski hasil pemeriksaan dari RS Pelni berbeda, namun dalam hal ini Zoya menyatakan gangguan maag yang dialami MS merupakan bentuk dari psikosomatis atau gangguan penyakit fisik yang dipicu oleh hal-hal psikologis.
"Setelah pemeriksaan kepada dokter dan psikiater di RS Pelni, dia (MS) dikatakan mengalami gangguan maag. Atau kami biasa menyebutnya gangguan psikosomatis, di mana hal-hal psikologis yang memengaruhi fisik," paparnya.
Sementara itu, menurut Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara, MS mengalami PTSD berdasarkan indikator DSM 5 atau Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders kelima akibat dari buah zakarnya yang dicoret-coret.
Pernyataan ini disampaikan Beka saat menyampaikan hasil temuan dari penyelidikan kasus dugaan perundungan dan pelecehan seksual terhadap pegawai KPI berinisial MS.
"Saudara MS mengalami PTSD berdasarkan indikator DSM 5 dengan sumber kecemasan utama MS yaitu peristiwa saat dipegang rame-rame oleh pelaku kemudian buah zakarnya dicoret-coret. Peristiwa ini yang membekas dalam ingatan dan menjadi sumber mimpi buruk MS," kata Beka dalam konferensi pers.
Sebelumnya diberitakan, kuasa hukum MS menyatakan kliennya selalu histeris dan terguncang tiap kali menjalani pemeriksaan di RS Polri.
“Setiap diminta menceritakan tentang kronologi peristiwa pelecehan seksual dan perundungan di KPI, korban (MS) histeris dan mengalami guncangan emosi,” terang kuasa hukum MS, Mualimin, seperti diwartakan Kompas.com, Kamis (6/10/2021).
Mualimin menerangkan pihaknya belum mengajukan permintaan pendampingan psikolog untuk korban dan keluarganya karena masih menunggu proses pemeriksaan oleh kepolisian selesai.
“Karena pemeriksaan psikiatri forensik di RS Polri membutuhkan maksimal 14 kali pertemuan, sedangkan MS baru menjalani 5 kali tatap muka,” jelas dia.
Baca Juga: Komnas HAM: dari Lelucon yang Menyerang Fisik dan Psikis, MS Terbukti Kuat Alami Perundungan di KPI
Diakui Mualimin, saat ini tim kuasa hukum terus menemani dan menguatkan MS untuk menjalani pemeriksaan. Meski prosesnya berat untuk MS, lanjut Mualimin, tapi upaya ini harus dilakukan guna pembuktian perkara.
“Karena hasilnya nanti menentukan langkah penyelidikan,” ucapnya.
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV