> >

Alami Trauma Psikis, 3 Kakak Beradik Kehilangan Semangat Belajar karena Tak Naik Kelas 3 Kali

Peristiwa | 23 November 2021, 10:38 WIB
Ilustrasi 3 kakak beradik hilang semnagat belajarnya kerena tidak naik kelas 3 kali, duduga karena agam yang dianut. (Sumber: faperta.uniska-bjm.ac.id)

Di sisi lain, guru Pendidikan Jasmani dan Pembimbing Pendidikan Agama Kisten di sekolah itu keberatan jika ketiga kakak beradik tersebut mengikuti pelajaran agama karena adanya perbedaan akidah dan ajaran antara keyakinannya dan agama ketiga anak sebagai Kristen Saksi-Saksi Yehuwa.

Sementara pada tahun 2019-2020, ketiga siswa tersebut kembali tidak naik kelas karena tidak diberikan pelajaran agama dan tidak punya nilai agama.

Sejak ketiga anak kembali ke sekolah melalui putusan PTUN Samarinda, ketiga anak dibiarkan tanpa akses pada kelas pendidikan agama Kristen yang disediakan sekolah.

Padahal kata Retno, orang tua korban, AT, telah berulangkali meminta agar anak-anak diberikan pelajaran agama Kristen agar bisa naik kelas. Namun itu dipersulit dengan berbagai syarat yang tidak berdasar hukum.

“Selama tahun ajaran 2019-2020, Bapak AT terus berupaya meminta agar ketiga anaknya diberikan akses pendidikan Agama dari pihak sekolah. AT tidak pernah menolak kelas Agama Kristen tersebut, bahkan memintanya,” ujar Retno.

Baca Juga: Kepala Sekolah Beri Penjelasan soal 3 Kakak Beradik Tidak Naik Kelas karena Agama

Menurut Retno, dalam persoalan ini, pihak sekolah telah melanggar hukum karena tidak memberikan pelajaran agama, menetapkan syarat-syarat yang tidak berdasar hukum, serta mempersoalkan keyakinan agama dari ketiga anak. 

"Sekolah bukan hanya tidak mampu memberikan pendidikan Agama dari guru yang seagama bagi ketiga anak tersebut, sebagaimana ketentuan dalam peraturan perundangan, namun dengan aktif menghalangi ketiga anak mendapatkannya," ujarnya.

Pada persoalan ini, PTUN Samarinda memutuskan bahwa keputusan sekolah untuk membuat ketiga anak tidak naik kelas karena pelajaran agama adalah keputusan yang keliru, dilatarbelakangi pada tindakan diskriminatif.

Sementara pada tinggal kelas ketiga (2020/2021), pihak sekolah beralasan nilai agama ketiga anak tersebut rendah.

Meski ketiga siswa tersebut telah diberikan pelajaran agama (karena permohonan orang tua), namun mereka tetap diberikan nilai agama yang rendah sehingga tidak naik kelas.

Bahkan kata Retno, ketiga anak dipaksa menyanyikan lagu rohani, meskipun sang guru tahu bahwa itu tidak sesuai dengan akidah dan keyakinan agamanya. Karena tidak dapat melakukannya, ketiga anak diberi nilai rendah dan tidak naik kelas lagi.

Atas dasar dugaan pelanggaran-pelanggaran tersebut, Retno menyebut Itjen KemendikbudRistek bersama KPAI akan melakukan pemantauan langsung ke Tarakan pada 22-26 November 2021.

Tim pemantau akan bertemu dengan sejumlah pihak, mulai dari orang tua pengadu dan anak-anaknya, pihak sekolah, Dinas Pendidikan Kota Tarakan, Inspektorat Kota Tarakan dan LPMP Kalimantan Utara. 

“Itjen KemendikbudRistek juga sudah mengajukan permohonan kepada Walikota Tarakan untuk difasilitasi rapat koordinasi sekaligus FGD dengan seluruh intansi terkait di Kantor Walikota, termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk melakukan rehabilitasi psikologis terhadap ke-3 anak korban,” ujarnya.

Penulis : Hedi Basri Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU