> >

Kronologi Komnas Perempuan soal Penuntutan 1 Tahun Penjara Korban KDRT karena Marahi Suami Mabuk

Sosial | 16 November 2021, 20:06 WIB
Seorang perempuan dituntut JPU PN Karawang 1 tahun penjara karena memarahi suami yang pulang mabuk. (Sumber: DOK. Tribun Bekasi)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) membeberkan kronologi penuntutan seorang perempuan karena marahi suami mabuk di Karawang, Jawa Barat.

Perempuan bernama Valencya ternyata telah mengadukan masalah rumah tangganya dengan Chan Yu Ching kepada Komnas Perempuan sejak Juli 2021.

“Setelah menikah pada tahun 2011 dan mengikuti suaminya ke Taiwan, korban baru mengetahui bahwa Sdr. CYC, telah berbohong tentang status perkawinannya. V juga menjadi pihak pencari nafkah utama sementara CYC kerap pulang dalam kondisi mabuk,” beber Komnas Perempuan dalam keterangan tertulis, Selasa (16/11/2021).

Baca Juga: Cerita Valencya Dituntut 1 Tahun Penjara usai Marahi Suami Mabuk, Kaget Omelannya Ternyata Direkam

Komnas Perempuan menilai Valencya mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berulang dan berlapis.

Salah satunya, mendapatkan kekerasan ekonomi akibat utang Chan Yu Ching yang waktu itu masih suaminya.

“Hal ini menyebabkan V memilih kembali ke Indonesia, mengembangkan usahanya dan bahkan menjadi sponsor bagi CYC untuk mendapatkan kewarganegaraan di Indonesia. Namun, tabiat CYC yang kerap mabuk dan berhutang terus berlanjut,” jelas Komnas Perempuan.

Valencya kemudian menggugat cerai Chan Yu Ching. Pengadilan Negeri Karawang mengabulkan gugatan itu pada Januari 2020 dan mewajibkan Chan Yu Ching memberikan nafkah dan biaya pendidikan bagi kedua anak mereka.

Akan tetapi, Chan Yu Ching tak terima hingga melaporkan balik mantan istrinya dengan tuduhan melakukan kekerasan psikis karena telah mengusirnya dari rumah dan menghalanginya bertemu dengan anaknya.

“Atas pelaporan ini, V juga melaporkan CYC di bulan September 2020 atas tindak pidana KDRT dan penelantaran anak,” tulis Komnas Perempuan.

Namun, proses hukum laporan Valencya tertunda. Sementara, laporan Chan Yu Ching malah berlanjut hingga Valencya yang merupakan korban, menjadi tersangka.

Komnas Perempuan pun menyesalkan hal itu dapat terjadi. Mereka juga merekomendasikan agar aparat menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) atas laporan terhadap Valencya.

“Komnas Perempuan berpendapat bahwa Korban V tidak boleh diposisikan sebagai terlapor tindak pidana KDRT berdasarkan fakta serangkaian kekerasan yang dialami oleh korban dalam relasi perkawinannya dengan pelaku,” tegas mereka.

Baca Juga: Tak Peka Tuntut Istri yang Marahi Suami Mabuk 1 Tahun Penjara, Pejabat Kejaksaan Dicopot

Menurut Komnas Perempuan, rekomendasi mereka saat itu diabaikan hingga status Valencya berubah menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Karawang.

Mereka menambahkan, kasus kriminalisasi korban kekerasan itu sudah beberapa kali terjadi karena perempuan menggugat cerai pelaku.

“Catatan tahunan Komnas Perempuan 2021, 36 % dari 120 lembaga layanan menyampaikan bahwa terjadi kriminalisasi terhadap perempuan korban KDRT,” papar Komnas Perempuan.

Tak hanya itu, Komnas Perempuan menyoroti kasus kriminalisasi korban KDRT lebih cepat diproses daripada laporan dari perempuan korban.

Sebab itu, Komnas Perempuan kembali memberikan rekomendasi dalam kasus KDRT itu. Mereka meminta Majelis Hakim PN Karawang mempertimbangkan putusan cerai untuk menghentikan kriminalisasi Valencya.

“Kepolisian Resort Karawang melanjutkan proses hukum atas laporan V dengan nomor Laporan Polisi No. LP/B.92/II/2020/Jbr/Res Krw/Sek Krw tentang tindak pidana pemalsuan tanda tangan dan Laporan Polisi No. LPB/844/VII/2020/JABAR dengan dugaan tindak pidana KDRT dan penelantaran anak yang dilaporkan oleh V,” tambah Komnas Perempuan.

Baca Juga: Begini Isi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yang Tuai Pro dan Kontra

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : komnasperempuan.go.id


TERBARU