Dewan Pers Menduga Uji Materi UU Pers No 40 Dilakukan dengan Itikad Buruk
Hukum | 11 November 2021, 08:42 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Dewan Pers menduga permohonan uji materiil UU Pers No 40 Tahun 1999 di Mahkamah Konstitusi dilakukan dengan itikad buruk untuk mengganggu kemerdekaan pers yang dijamin oleh Undang-undang.
Penilaian tersebut berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah disampaikan Dewan Pers dalam persidangan.
“Patut diduga tindakan atau perbuatan Para Pemohon termasuk pengajuan Permohonan Uji Materill 38/PUUXIX/2021 ini dilakukan dengan itikad buruk dengan maksud bukan saja untuk mengganggu kemerdekaan Pers yang dijamin oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers,” kata Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh.
“Tetapi juga sangat berpotensi menimbulkan kekacauan dalam penyelenggaraan Pers dan hilangnya kepastian hukum baik Organisasi Pers sendiri maupun masyarakat (publik) secara luas.”
M. Nuh menegaskan secara gramatikal norma-norma yang termuat pada seluruh pasal UU Pers 40/1999 termasuk Pasal 15 ayat (2) huruf f pemaknaannya telah jelas dan tidak multitafsir apalagi sumir.
“Sehingga Dalil Pemohon yang menyatakan ‘Dewan Pers memonopoli pembentukan semua peraturan dan memiliki kewenangan serta mengambil alih peran organisasi Pers menyusun peraturan di bidang Pers’, adalah tidak berdasar sama sekali dan sebagai kesesatan berpikir dan kekeliruan pemahaman,” ujar M Nuh.
Baca Juga: Anggota Dewan Pers Sebut Hersubeno Arief Mengedukasi Masyarakat
Tak hanya itu, M. Nuh juga menuturkan Dewan Pers menilai para pemohon telah melakukan tuduhan keji yang tidak berdasar.
Karena dalam dalil pemohon menilai Pasal 15 ayat (5) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers telah menghambat perwujudan kemerdekaan pers dan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum serta bersifat diskriminatif.
Setelah, Presiden tidak mengeluarkan Surat Keputusan bagi organisasi yang mereka dirikan.
“Apabila Presiden menanggapi dan merespons keinginan Para Pemohon untuk menerbitkan Keputusan Presiden sebagaimana uraian permohonan di atas, maka Presiden justru berpotensi melanggar Undang-Undang Pers,” ujar M Nuh.
“Karena telah jelas dari sisi nomenklatur penamaan, tidak ada penamaan lain selain “Dewan Pers” dan UndangUndang Pers tidak mengenal dan tidak menyebutkan adanya nomenklatur penamaan.”
Menguatkan sejumlah pendapat, M Nuh lebih lanjut menyampaikan fakta bahwa ada Perkara Gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah dilakukan upaya Banding.
Di mana Pemohon I, Heintje Grontson Mandagie dalam perkara Permohonan Uji Materill 38/PUU-XIX/2021 a quo adalah juga Penggugat I dan Pembanding I yaitu sebagai Ketua Umum Serikat Pers Indonesia dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia sedangkan Dewan Pers sebagai Tergugat atau Terbanding.
“Putusan atas Perkara Gugatan Perbuatan Melawan Hukum ini telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), yang diputuskan pada tanggal 21 Agustus 2019, dengan Putusan No 235/Pdt.G.2018/PN.JKT.PST jo. 331/PDT/2019/PT DKI,” beber M Nuh.
Baca Juga: Jika Konten ‘Megawati Koma’ Karya Jurnalistik, Dewan Pers Bakal Lindungi Hersubeno Arief
Yang isinya, menyatakan eksepsi Tergugat tidak dapat diterima dan enolak gugatan Para Pembanding semula Para Penggugat untuk seluruhnya. Kemudian, menghukum Para Pembanding semula Para Penggugat untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat pengadilan Rp150.000.
M Nuh menambahkan -ersidangan selanjutnya, akan dilaksanakan pada 8 Desember 2021 untuk mendengarkan keterangan dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Organisasi Pers seperti PWI, AJI dan IJTI, serta LBH Pers.
“Dewan Pers mengajak semua insan pers menjamin Pers Indonesia sebagai salah satu pilar demokrasi yang selama ini telah bersama-sama dijaga dan dirawat dengan sebaikbaiknya sejak Era Reformasi,” ucap M Nuh.
“Kesesatan berpikir dan keinginan untuk memecah-belah kalangan insan pers seperti yang terlihat di dalam permohonan ini merupakan upaya pelemahan kemerdekaan pers sehingga patut untuk ditolak dan dihadapi bersama-sama.”
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV