ICW Kritik MA yang Cabut PP Pengetatan Remisi Koruptor: Kemunduran dalam Upaya Berantas Korupsi
Hukum | 9 November 2021, 12:32 WIB“Adanya perbedaan syarat dalam pemberian remisi merupakan konsekuensi logis terhadap adanya perbedaan karakter kejahatan, sifat bahayanya, dan dampak kejahatan yang dilakukan oleh seorang terpidana,” ucap Wana.
Baca juga: Jaksa Agung Wacanakan Hukuman Mati untuk Koruptor, ICW: Tidak Sinkron dengan Realita
Adapun MA mengabulkan uji materi yang diajukan oleh lima narapidana di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Uji materi itu terkait PP No 99 Tahun 2012 pada Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Tiga hakim MA yaitu Supandi, Yodi Martono, dan Is Sudaryono menyampaikan beberapa alasan pengabulan pencabutan pasal pengetatan remisi koruptor.
Pertama, pemidanaan tidak hanya dilakukan dengan memenjarakan pelaku agar memberikan efek jera. Namun, harus sejalan dengan prinsip restorative justice.
Baca juga: KPK Rapat Kerja di Hotel Bintang Lima, ICW: Praktik Pemborosan
Kedua, narapidana adalah subyek yang sama dengan manusia lainnya, yaitu dapat berbuat khilaf.
Oleh karena itu, menurut hakim, yang mesti diberantas bukan narapidananya, melainkan faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana itu terjadi.
Ketiga, persyaratan mendapatkan remisi tidak boleh dibeda-bedakan. Jika tidak, menurut hakim, hal itu dapat menggeser konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang ditetapkan serta mesti mempertimbangkan overcrowded.
Hakim MA juga meminta agar syarat pemberian remisi di luar syarat pokok mestinya menjadi hak remisi di luar hak hukum yang telah diberikan.
Sebab, fakta hukum yang terjadi di persidangan, termasuk ketidakjujuran terdakwa untuk mengakui perbuatannya dan keterlibatan pihak lain dalam perkara telah menjadi pertimbangan hakim untuk memberatkan hukuman pidana.
Terakhir, hakim MA memandang bahwa pemberian remisi merupakan kewenangan lembaga pemasyarakatan (lapas).
Penulis : Baitur Rohman Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV