> >

Wajib PCR untuk Penumpang Pesawat, YLKI: Jangan Sampai Kental Aura Bisnisnya

Update | 24 Oktober 2021, 17:33 WIB
Ilustrasi pemeriksaan Covid-19 dengan tes PCR. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta agar kebijakan wajib tes PCR untuk penumpang pesawat benar-benar ditentukan secara adil. (Sumber: Kompastv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Kebijakan pemerintah yang mewajibkan calon penumpang pesawat udara menunjukan hasil negatif tes polymerase chain reaction atau PCR kembali menuai sorotan. Kali ini dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta agar kebijakan tersebut benar-benar ditentukan secara adil.

Jangan sampai ada pihak tertentu yang diuntungkan oleh kebijakan wajib PCR tersebut.

"Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak-pihak tertentu yang diuntungkan," kata Tulus, seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (24/10/2021)

Menurutnya, kebijakan wajib PCR untuk penumpang pesawat memberatkan dan menyulitkan konsumen, juga diskriminatif.

"Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun," katanya.

Baca Juga: Wajib Tes PCR Bagi Penumpang Pesawat, Ada Dampak Untuk Dunia Pariwisata?

Sebaiknya, lanjut Tulus, syarat wajib PCR dibatalkan atau minimal direvisi. Misalnya, masa berlakunya menjadi 3x24 jam, mengingat tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat.

Dia juga menyarankan agar harga eceran tertinggi (HET) tes PCR diturunkan pada kisaran harga Rp200 ribuan.

"Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Dan turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp200 ribuan," imbuhnya.

Terlebih, selama ini banyak penyedia layanan tes PCR yang memainkan harga, sehingga tarifnya meningkat berkali-kali lipat, khususnya tes PCR yang hasilnya dapat diketahui dalam waktu relatif singkat.

"HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," urainya.

Senada dengan YLKI, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setidjowarno juga berpendapat bahwa banyak penyedia layanan tes PCR yang memaksimalkan keuntungan dari PCR.

Menurutnya, kewajiban PCR bagi penumpang pesawat seharusnya dihapuskan. Jika itu dilakukan, bisnis angkutan udara diyakininya bisa kembali membaik.

"Kalau mau perbaiki bisnis udara, ya hilangkan saja (syarat PCR) atau dibayarkan oleh pemerintah. Lagipula harganya beda-beda. Bahkan di beberapa tempat juga ditawari surat hasilnya. Tes PCR juga tidak tersedia di semua tempat," ucap dia. 

Selain menyoroti kebijakan wajib tes PCR, Djoko juga meminta pihak bandara memperbaiki layanan sebagaimana syarat penerbangan yang sudah ditentukan.

Dia berpendapat pelayanan di bandara tidak jelas, misalnya terkait aturan tes.

"Jujur saja, pelayanan di bandara itu tidak jelas. Kalau di stasiun, untuk pemberangkatan jam 6 pagi, pelayanan tes sudah dibuka sejam sebelumnya. Kalau di bandara tidak jelas. (Tes) Genose saja antrenya panjang, bahkan saya pernah sampai satu jam. Ini membuat konsumen malas dan enggan bepergian (naik pesawat)," katanya.

Dia juga mengkritisi biaya tes yang tidak sama antara di Jawa dan luar Jawa, meskipun harga tertingginya sudah ditetapkan oleh pemerintah, yakni Rp495 ribu dan Rp525 ribu.

Baca Juga: Ketua Satgas Covid-19 IDI: Syarat Tes PCR Naik Pesawat Tidak Ada Kaitan dengan Komisi Buat Dokter

"Di luar Jawa itu Rp495 ribu mau berapa jam pun, semua sama. Tapi di Jawa, Rp495 ribu untuk hasil 24 jam. Kalau minta yang 12 jam, harganya sampai Rp750 ribu," ujarnya.

Dalam aturan terbaru surat keterangan hasil negatif RT-PCR maksimal 2x24 jam dijadikan syarat sebelum keberangkatan perjalanan dari dan ke wilayah Jawa-Bali serta di daerah yang masuk kategori PPKM level 3 dan 4.

Sementara, untuk luar Jawa-Bali, syarat ini juga ditetapkan bagi daerah dengan kategori PPKM level 1 dan 2, namun tes antigen tetap berlaku dengan durasi 1x24 jam.

Sebelumnya, pelaku penerbangan bisa menggunakan tes antigen 1x24 jam dengan syarat calon penumpang sudah divaksin lengkap.

Seperti diketahui, pemerintah secara resmi mewajibkan penumpang pesawat untuk penerbangan dari atau menuju bandara di Pulau Jawa dan Pulau Bali menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama.

Syarat lain adalah calon penumpang wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif covid tes reverse transcription polymerase chain reaction atau RT-PCR.

Pemerintah hanya mengakui penggunaan surat keterangan bebas Covid-19 dari RT-PCR, sehingga hasil antigen, terlebih GeNose, tak lagi diakui.

Aturan ini berlaku efektif mulai 24 Oktober 2021. Terkecuali di daerah terpencil atau perintis, aturan itu tidak berlaku. Sehingga penumpang pesawat perintis dibebaskan dari kewajiban tes PCR.

Hal ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 88 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Baca Juga: Penjelasan Ketua Satgas Covid-19 soal Kontroversi Tes PCR Jadi Syarat Naik Pesawat

Aturan wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR ini juga berlaku bagi penerbangan antarkota di Pulau Jawa dan Pulau Bali dan daerah yang menerapkan PPKM level 4 dan 3.

Dengan kata lain, wilayah di luar Pulau Jawa dan Bali yang masuk kategori PPKM level 4 dan 3 juga wajib menunjukkan tes RT-PCR.

Sementara, seluruh wilayah di Pulau Jawa dan Bali yang masuk kategori PPKM level 4-1 wajib menunjukkan tes RT-PCR.

Saat ini, PCR juga digunakan untuk mendiagnosis penyakit Covid-19, yaitu dengan mendeteksi material genetik virus Corona, meski tak sepenuhnya akurat.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas.com


TERBARU