Sejarah Hari Santri 2021, dari Resolusi Jihad hingga Semangat Mempertahankan NKRI
Peristiwa | 22 Oktober 2021, 07:29 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Hari Santri 2021 diperingati pada hari ini, Jumat, 22 Oktober dengan mengusung tema, yakni Santri Siaga Jiwa dan Raga.
Menurut Menteri Agama Yaqut Cholil Choumas, tema tersebut merupakan komitmen seumur hidup santri untuk membela Tanah Air.
Bahkan, kata Yaqut, maknanya sebagai pernyataan sikap santri untuk selalu siap siapa menyerahkan jiwa dan raga untuk membela Tanah Air.
“Ini sebagai bentuk pernyataan sikap santri Indonesia agar selalu siap siaga menyerahkan jiwa dan raga untuk membela Tanah Air, mempertahankan persatuan Indonesia, dan mewujudkan perdamaian dunia," kata Menag Yaqut dikutip dalam laman resmi Kemenag, Jumat (22/10/2021).
"Siaga Jiwa Raga juga merupakan komitmen seumur hidup santri untuk membela Tanah Air yang lahir dari sifat santun, rendah hati, pengalaman, dan tempaan santri selama di pesantren,” sambungnya.
Baca Juga: Peringati Hari Santri 2021, Wapres Maruf Amin Bawa Kabar Gembira Tentang Pesantren
Sejarah Hari Santri 2021
Ternyata, penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri merupakan bentuk dari penghormatan atas kiprah para santri di masa kolonial saat menghadapi penjajah.
Melansir dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag), lahirnya Hari Santri bermula dari fatwa yang disampaikan Pahlawan Nasional KH Haysim Asy'ari.
Pada 22 Oktober 1945 lalu, KH Hasyim Asy'ari memimpin perumusan fatwa 'Resolusi Jihad' di kalangan kiai pesantren.
Fatwa yang ditetapkan pada 22 Oktober 1945 itu berisi kewajiban berjihad untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan melawan pasukan kolonial yang masih ada di Indonesia.
Hingga akhirnya mencapai puncak perlawanan pada 10 November 1945, yang juga dikenal sebagai cikal bakal peringatan Hari Pahlawan.
Resolusi jihad disepakati, namun sengaja tidak disiarkan melalui radio atau surat kabar atas dasar pertimbangan politik. Keputusan hanya disebarkan melalui mesjid, musala, bahkan dari mulut ke mulut.
Kendati begitu, resolusi baru disampaikan pemerintah melalui surat kabar Kedaulatan Rakyat pada 26 Oktober 1945.
Dipimpin KH Hasyim Asy'ari, perumusan resolusi jihad juga diikuti oleh para ulama se-Jawa dan Madura di Kantor Pengurus Besar NU di Bubutan, Surabaya pada 21-22 Oktober 1945.
Adapun peristiwa yang mendasari Resolusi Jihad adalah karena pihak Belanda yang masih berusaha memprovokasi bangsa Indonesia.
Salah satunya dengan kejadian pada 19 September 1945, di mana bendera Belanda yang berkibar di tiang Hotel Orangje, Surabaya, dirobek warna birunya sehingga menyisakan warna merah dan putih.
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV/Kemenag