Deklarasi Dini Capres 2024 Dinilai Malah Merugikan Anies Baswedan, Kok Bisa?
Politik | 21 Oktober 2021, 12:52 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat Politik Lingkar Madani Indonesia (LIMA Indonesia) Ray Rangkuti menilai bahwa Anies Baswedan telah dirugikan oleh relawan yang mendeklarasikannya sebagai calon presiden (capres) 2024.
Ray berpendapat sebagai figur tanpa partai politik, deklarasi dini tersebut justru menghambat peluang Anies Baswedan menjadi capres di pilpres 2024.
Sepatutnya relawan yang mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024 berpikir lebih matang.
“Pemilu presiden lumayan masih jauh. Deklarasi capres tanpa partai politik akan berisiko mendapat hambatan bagi sang capres dan juga para pesaing,” ujar Ray Rangkuti, Kamis (21/10/2021).
“Ini hukum alam politik yang secara alami akan muncul.”
Baca Juga: Elektabilitas Ganjar Melejit Sejajar dengan Prabowo di Pilpres 2024, Ini Penyebabnya
Apalagi, lanjut Ray, elektabilitas Anies Baswedan yang merupakan Gubernur DKI hingga periode 2022 tidak juga merangkak naik.
Berbeda dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga disebut-sebut berpotensi menjadi calon presiden pada pilpres 2024.
“Elektabilitas Anies Baswedan sampai saat ini tidak juga bergerak. Stagnan di kisaran 18-20 persen,” kata Ray Rangkuti.
“Sementara calon lain (Ganjar Pranowo) terus merangkak justru saat di mana mereka tidak mempopulerkan diri sebagai calon presiden. (Elektabilitas -red) Anies bahkan mulai tertinggal dari Ganjar Pranowo.”
Di samping itu, dalam perkembangan situasi politik terkini publik menunjukkan kebutuhannya pada figur-figur alami.
Artinya, model rekayasa pencitraan atau pun sejenisnya tidak lagi dimakan publik dan justru berpotensi negatif bagi figur.
“Kebutuhan publik (sekarang) pada figur alami. Model rekayasa pencitraan dan sejenisnya justru dapat berakibat negatif,” ujar Ray.
“Melebih-lebihkan diripada sesuatu yang tak biasa dilakukan justru dapat mengundang cibiran.”
Baca Juga: Pengamat Prediksi Peluang Anies Baswedan di Pilpres 2024 Gelap Gulita
Sebagai contoh, Ray menggambarkan bagaimana citra merakyat yang hendak dibangun pemerintah Jokowi di periode kedua tapi ternyata gagal.
Alih-alih mendapatkan citra baik, pemerintahan kedua Jokowi justru mendapat kritik.
“Citra yang merakyat misalnya, tidak dapat dipamerkan khususnya sejak periode kedua Jokowi yang banyak mengundang kritik dan ketidakpuasan,” kata Ray.
Ray lebih lanjut menuturkan, khusus di bidang demokrasi, HAM, dan pluralisme memang tidak cukup sekadar memoles diri dengan mengunjungi rumah ibadah, dan sebagainya.
“Dan Anies punya masalah dalam sektor ini. Citra Pilkada DKI yang penuh isu SARA akan membebani Anies. Perlu kerja keras untuk memulihkan citra itu,” ujar Ray.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV