> >

Pakar Hukum Sebut Hukuman Mati Warisan Penjajah, Perlu Dihapus

Hukum | 19 Oktober 2021, 19:26 WIB
Ilustrasi hukuman mati. Mayoritas terpidana mati adalah laki-laki dan terkait kasus narkotika. (Sumber: shutterstock via Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya Asmin Fransiska menilai hukuman mati adalah bagian dari warisan pemerintah kolonial Belanda saat menjajah Indonesia.

"Kolonial Belanda saat itu menerapkan hukuman mati," ujar Asmin Fransiska dalam seminar virtual, Selasa (19/10/2021).

Lebih jauh, Asmin masih menganggap hukum yang ada di Indonesia sekarang adalah warisan penjajahan kolonial Belanda.

Ia menyebut, hukum warisan kolonial Belanda ini penuh dengan rasisme, diskriminasi, dan perbedaan kelas, termasuk hukuman mati.

Baca Juga: Kemlu: 206 WNI Terancam Hukuman Mati, 79 di Antaranya Sudah Inkrah

Asmin menilai, hukuman mati adalah bagian dari kebijakan pemerintah kolonial Belanda untuk menekan prinsip kebebasan dan keadilan saat menjajah Indonesia.

"Perlu gerakan bersama untuk menghapus semua warisan konsep penjajahan," kata Asmin Fransiska.

Sementara, Anggota bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam menilai ada persoalan serius dalam pelaksanaan hukuman mati.

Masalah itu tepatnya terletak pada masa tunggu hukuman mati yang terlalu lama bagi terdakwa. Hal ini adalah masalah serius dalam konteks hak asasi manusia.

Menurut Choirul Anam, masa tunggu hukuman mati yang lama melanggar konvensi anti-penyiksaan dunia.

Dari sisi psikologi, masa tunggu hukuman mati yang lama ini dapat menyerang kejiwaan para terdakwa.

Data Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan, ada ratusan terpidana yang menunggu hukuman mati.

Baca Juga: Usai Video Viral Polisi Paksa Periksa HP Warga, Aipda Ambarita Dimutasi ke Humas Polda Metro Jaya

"Seluruhnya dari 401 warga binaan terpidana mati. Ini rata-rata terkelompok ada waktu tunggu eksekusi ini di bawah 5 tahun sebanyak 230 orang,” papar Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Thurman Hutapea.

“(Menunggu) antara 5-10 tahun 107 orang, antara 10-19 tahun 62 orang, di atas 20 tahun itu ada 2 orang. Itu kondisi real saat ini," imbuhnya.

Dari seluruh terpidana mati, 390 orang di antaranya adalah laki-laki dan 11 perempuan. Lalu, mayoritas terpidana mati terkait kasus pengedaran narkotika.

"Pertama kasus narkotika memiliki jumlah ada 299 orang, kasus pembunuhan 83 orang, pencurian 1 orang, perampokan 7 orang, perlindungan anak 1 orang, psikotropika 8 orang, terorisme 2 orang," ujar Thurman.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menanggapi data itu dengan menyatakan penolakannya pada hukuman mati.

Menurut Choirul Anam, ada beberapa langkah yang lebih penting untuk dilakukan terkait penghukuman. Apalagi, mengingat mayoritas terpidana mati terkait kasus narkoba.

Ia memberi contoh, dalam kasus penyalahgunaan narkotika aparat lebih tepat membongkar jaringan dan merampas semua harta benda terdakwa daripada menghukum mati.

Baca Juga: Pelaku Pemerkosaan Anak Kandung Sendiri Dapat Vonis Bebas dari Mahkamah Syariah Aceh

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU