Kritik Keras Kontras soal Polisi Banting Mahasiswa, Brutalitas Jadi Kultur Kekerasan
Hukum | 14 Oktober 2021, 15:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menganggap bahwa kekerasan di tubuh kepolisian sudah menjadi kultur karena tak benar-benar diusut tuntas.
Hal itu disampaikan Kontraa menyusul aksi 'smackdown' yang dilakukan anggota Polresta Tangerang terhadapat mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (13/10/2021).
Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Arif Nur Fikri mengatakan, tidakan tersebut adalah cermin brutalisme anggota kepolisian dan jadi kultrul kekerasan di tubuh kepolisian yang dinormalisasi.
"Aksi kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian tersebut tentu mencerminkan brutalitas kepolisian dan bentuk penggunaan kekuatan secara berlebihan dalam penanganan aksi massa," terang Arif melalui keterangan tertulisnya, Kamis (14/10/2021).
Kontras menilai bahwa tindakan brutalitas aparat yang ditujukan terhadap massa aksi tidak terlepas dari kultur kekerasan yang langgeng di tubuh kepolisian.
Terlebih tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian dalam mengamankan aksi tidak pernah diusut secara tuntas dan berkeadilan.
"Hal tersebut akhirnya membuat tindakan serupa dinormalisasi sehingga terus terjadi keberulangan dan bertolak belakang dengan prinsip-prinsip penggunaan kekuatan yang humanis," terangnya.
Kata Arif, sejatinya proses penggunaan kekuatan oleh pihak kepolisian dapat diperbolehkan. Hanya saja harus mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Di dalam Perkap tersebut, lanjut dia, penggunaan kekuatan oleh pihak kepolisian harus sesuai dengan prinsip-prinsip necesitas, legalitas, dan proporsionalitas, serta masuk akal (reasonable).
Baca Juga: Polisi Smackdown Mahasiswa, KontraS: 4 Aktor Ini Harus Diminta Pertanggungjawaban
Namun sebaliknya, berkaca pada peristiwa penanganan masa aksi mahasiswa di Tangerang tersebut, tindakan yang dilakukan anggota kepolisian tidak berdasar asas necesitas.
Dalam video itu, lanjut Arief, terlihat jelas bahwa mahasiswa yang ditangkap sudah dalam kondisi tak berdaya. Sehingga tidak perlu dilakukan tindakan kekerasan sebagaimana yang ditampilkan dalam video tersebut.
"Selain itu, tindakan tersebut juga tidak proporsional, sebab penggunaan kekuatan tidak seimbang dengan ancaman yang dihadapi oleh anggota kepolisian tersebut. Tindakan tersebut akhirnya menimbulkan kerugian/penderitaan bagi korban yakni kejang-kejang dan sempat tidak sadarkan diri," tambahnya.
Mahasiswa Dibanting Polisi
Video yang dimaksud Arif adalah tayangan singkat seorang mahasiswa di Tangerang ditangkap polisi, kemudian dibanting ke trotoar jalan.
Dalam tayangan singkat itu, mahasiswa terlihat sempat mengalami kejang-kejang dan tidak sadarkan diri.
Kontras meyebut bahwa tindakan anggota kepolisian pada saat pengamanan aksi massa itu merupakan tindakan di luar prosedur dalam melakukan pengendalian terhadap massa, merujuk pada Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa.
Pasal itu menyatakan:
“Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d adalah: a. bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa, d. membawa senjata tajam dan peluru tajam, dan h. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan.”
Baca Juga: Anggota DPR Sebut Polisi Pembanting Mahasiswa Tak Cukup Hanya Minta Maaf
Penulis : Hedi Basri Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV