Jejak Aksi 'Gejayan Kelabu' hingga 'Gejayan Memanggil': dari Soeharto sampai Jokowi
Peristiwa | 10 Oktober 2021, 13:36 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Aksi demontrasi bertajuk 'Gejayan Memanggil' kembali digelar pada Sabtu kemarin (9/10/2021). Tak hanya sekali,, aksi gerakan mahasiswa ini sudah sering terjadi dan selalu digelar di satu titik tersebut.
Ya, titik demontrasi tersebut berada di Pertigaan Colombo, Jalan Affandi atau Gejayan yang berada di antara dua kampus, yakni Universitas Sanata Dharma dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) atau IKIP Negeri.
Perlu diketahui, aksi 'Gejayan Memanggil' digelar berdasar pada semangat peristiwa masa lalu, yakni Peristiwa Gejayan atau biasa dikenal dengan sebutan Tragedi Yogyakarta atau Gejayan Kelabu.
Peristiwa Gejayan terjadi pada Jumat 8 Mei 1998 yang berakhir dengan bentrokan berdarah. Adapun tuntutan yang disuarakan, yakni menuntut reformasi dengan diturunkannya Soeharto saat itu sebagai Presiden RI.
Bentrokan terjadi dari sore hingga malam hari. Kejadian itu bermula dari demonstrasi mahasiswa dari beberapa universitas di Yogyakarta.
Pada pagi sekitar pukul 09.00 WIB, sejumlah kampus mulai dari Institut Sains dan Teknologi Akprind, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS), dan Universitas Kristen Duta Wacana menyelenggarakan aksi keprihatinan yang berlangsung di kampus masing-masing.
Kemudian, pada pukul 13.00 WIB selesai salat Jumat, mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) turut menggelar demonstrasi dengan jumlah peserta mencapai 5000 orang.
Baca Juga: Gejayan Memanggil Kembali Gelar Aksi Hari Ini, Suarakan "Selamatkan Warga Jogja"
Demonstrasi yang digelar di Bundaran UGM tersebut berlangsung tertib dengan masing-masing mahasiswa melakukan orasi atas keprihatinan terhadap kondisi perekonomian Indonesia yang sedang dilanda krisis moneter.
Selain itu, mahasiswa juga turut menyampaikan penolakan atas Soeharto yang kembali menjadi Presiden RI, memprotes kenaikan harga-harga, dan mendesak untuk dilaksanakamnya reformasi.
Bersamaan dengan demonstrasi di Bunderan UGM, ratusan mahasiswa UNY dan Universitas Sanata Dharma juga menggelar aksi di halaman kampus masing-masing.
Kemudian, pada sore hari rombongan demonstran dari dua kampus tersebut berencana untuk bergabung bersama mahasiswa UGM yang telah berkumpul di bunderan.
Namun, rencana tersebut tidak diizinkan aparat keamanan. Akibatnya, sekitar pukul 17.00 WIB, bentrokan antara mahasiswa dan aparat terjadi dengan melakukan pembubaran paksa massa aksi.
Aparat saat itu melakukan penyerbuan dengan menyemprot air dan tembakan gas air mata. Kejadian itu berlangsung di pertigaan Colombo dengan massa aksi yang terpecah hingga Jalan Adi Sutjipto, Ring Road Utara, dan Jalan Urip Sumoharjo.
Baca Juga: 11 Tuntutan Aliansi Rakyat Bergerak dalam Gejayan Memanggil
Oleh karena itu, Pertigaan Colombo dan Jalan Affandi Gejayan menjadi bersejarah lantaran di tempat tersebut menjadi ajang pertarungan antara para mahasiswa pejuang reformasi dengan aparat yang mencegah mereka untuk bergabung ke UGM.
Bahkan, pencegahan yang dilakukan aparat cenderung represif karena demonstran tetap dikejar hingga memasuki kompleks kampus Sanata Dharma dan IKIP Negeri.
Sejumlah fasilitas kampus rusak saat para petugas keamanan merangsek masuk untuk menghalau demonstran bergabung ke Bunderan UGM.
Ketegangan berlangsung hingga malam hari, suasana sangat mencekam dengan masih terdengarnya letusan senjata api hingga pukul 22.00 WIB bahkan bentrokan masih berlangsung hingga tengah malam.
Dalam bentrokan tersebut salah satunya menewaskan mahasiswa Universitas Sanata Dharma bernama Moses Gatotkaca yang ditemukan bersimbah darah di jalan selatan kampusnya.
Moses sempat dibawa oleh para petugas kesehatan menuju Rumah Sakit Panti Rapih yang lokasinya tak jauh dari kawasan Gejayan. Namun, nahas mahasiswa tersebut mengembuskan nafas terakhir saat masih di perjalanan.
Demi mengenang perjuangannya, nama Moses Gatotkaca kemudian diabadikan menjadi nama sebuah jalan tepat di selatan Kampus Sanata Dharma.
Tak hanya Moses, dalam bentrokan aparat dan mahasiswa juga menyebabkan seorang bernama Slamet, warga Bantul mengalami gegar otak berat di RS Panti Rapih.
Sejumlah korban yang jatuh dalam bentrokan tersebut dirawat di RS Panti Rapih dan RS Bethesda karena lokasinya yang tidak jauh dari Jalan Affandi.
Dua puluh tahun berlalu, tepat di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) semangat reformasi masih dimiliki oleh mahasiswa dan elemen masyarakat sipil di Yogyakarta hingga kemudian Aliansi Rakyat Bergerak menggelar demo Gejayan Memanggil.
Demo Gejayan Memanggil pertama kali digelar pada Senin 23 September 2019 yang diikuti oleh hampir seluruh elemen masyarakat. Diantaranya meliputi, mahasiswa, masyarakat sipil, jurnalis, seniman, dan juga para pedagang.
Baca Juga: Humas Gejayan Memanggil: Polisi Tidak Jauh Berbeda dengan Partai Politik
Lalu, kembali Gejayan Memanggil Jilid II digelar pada Senin 30 September 2019. Kemudian, pada Senin 9 Maret dan Kamis 8 Oktober 2020. Dilanjut, Sabtu 9 Oktober 2021 di tempat sama sepanjang tahun, yakni di Pertigaan Colombo, Jalan Affandi Gejayan.
Adapun tuntutan yang diperjuangkan Aliansi Rakyat Bergerak pada tahun ini, sebagao berikut:
Regional
- Tetapkan UMP DIY yang layak
- Stop penambangan ilegal/tidak ramah lingkungan
- Cabut Pergub DIY Nomor 1 Tahun 2021
Nasional
- Cabut UU Omnibus Law dan segala peraturan turunannya
- Cabut UU Minerba
- Cabut UU KPK, Pecat Firli Bahuri, dan Pulihkan KPK
- Laksanakan reforma agraria
- Tuntaskan pelanggaran HAM
- Stop kriminalisasi dan intimidasi terhadap aktivis
- Sahkan RUU PKS versi draft Jaringan Masyarakat Sipil
- Buka ruang demokrasi seluas-luasnya di West Papua
- Tolak komersialisasi pendidikan
Sementara itu, pada tahun 2019 ribuan massa aksi menolak RUU KUHP dan RUU KPK. Setiap digelar, aksi tersebut biasa menduduki trending Twitter dengan #GejayanMemanggil.
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/Berbagai sumber