> >

Istana: Perkosaan dan Kekerasan Seksual terhadap Anak adalah Tindakan Keji

Berita utama | 8 Oktober 2021, 22:22 WIB
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak di bawah umur. (Sumber: Davies Surya/BBC)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Istana menegaskan, perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak adalah tindakan yang sangat serius dan keji.

Pernyataan itu disampaikan oleh Deputi V Bidang Politik, Hukum, Hankam, HAM dan Antikorupsi serta Reformasi Birokrasi Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani dalam keterangannya, Jumat (8/10/2021).

“Tindakan tersebut tidak bisa diterima oleh akal budi dan nurani kemanusiaan kita,” tegas Jaleswari.

“Terlebih lagi bila yang melakukan adalah ayah kandungnya. Oleh karena itu pelakunya harus dihukum berat.”

Jaleswari menuturkan, kendati dalam kasus ini yang menjadi korban adalah anak-anak, suara korban harus didengarkan dan perhatikan dengan seksama.

Baca Juga: Kasus Ayah Cabuli 3 Anak Kandung di Luwu Timur, Ini Penjelasan Terduga Pelaku

“Termasuk suara ibu para korban. Bayangkan saja mereka adalah anak-anak kita sendiri,” ucap Jaleswari yang juga berlatar belakang aktivis perempuan.

Dalam keterangannya, Jaleswari menyampaikan peristiwa perkosaan dan kekerasan seksual kepada anak ini sangat melukai nurani dan rasa keadilan masyarakat.

Untuk perihal ini, dia mengingatkan, Presiden Jokowi sangat tegas dan tidak bisa mentolerir predator seksual anak.

Karena itulah, pada tanggal 7 Desember 2020 Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Baca Juga: Ibu Korban Pemerkosaan Anak di Luwu Timur akan Berikan Bukti-Bukti Baru pada Polisi

Oleh karena itu, Jaleswari meminta Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membuka ulang proses penyelidikan kasus tindak perkosaan dan kekerasan seksual yang dialami tiga kakak beradik berusia di bawah 10 tahun oleh ayah kandungnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

“Kalau memang ditemukan adanya kejanggalan dan kesalahan dalam proses penyelidikan oleh Polres Luwu Timur yang menyebabkan diberhentikannya proses penyelidikan pada akhir tahun 2019 yang lalu, atau ditemukannya bukti baru sebagaimana disampaikan oleh Ibu korban dan LBH Makassar, maka kami berharap Kapolri bisa memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus tersebut,” tegas Jaleswari Pramodhawardani.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU