> >

Pengamat: Butuh Multi Stakeholder untuk Imbau Masyarakat Hati-hati dalam Menyumbang Dana Kemanusiaan

Berita utama | 1 Oktober 2021, 23:11 WIB
Ilustrasi kotak amal untuk pendanaan teroris Jamaah Islamiyah. (Sumber: Tribunnews.com/net)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur The Indonesia Intelligence Institute Ridlwan Habib mengatakan, butuh multi stakeholder atau beragam pemangku kepentingan untuk memberikan informasi kepada masyarakar agar berhati-hati dalam melakukan aktivitas penyumbangan dana kemanusiaan.

Tujuannya, agar dana yang diberikan tidak diselewengkan oleh kelompok-kelompok teroris yang selalu mencari akal untuk bisa mendapatkan dana teror.

“Jangan sampai diselewengkan kelompok-kelompok ekstrem teroris ini,” ujar Ridlwan.

Ridlwan Habib mengatakan, saat ini transaksi pendanaan terorisme mengalami pergeseran. Jika biasa melalui rekening yang bisa dipantau PPATK, saat ini kelompok teroris mengakalinya dengan sistem cashless atau uang tunai.

“Jadi kan kalau PPATK, mereka menelusuri menggunakan rekening ya. Jadi melalui metodologi tadi yang Pak Dian tidak bisa sampaikan karena itu bagian dari intelijen keuangan. Nah, mereka kemudian mengakalinya dengan uang cash. Kalau uang cash disimpan di peti atau di koper kan PPATK susah mau mendeteksi,” kata Ridlwan.

Baca Juga: PPATK Temukan 5.000 Transaksi Mencurigakan terkait Pendanaan Teroris

“Tapi alhamdulillah, Densus 88 dengan profesional juga berhasil membongkar beberapa simpul-simpul yang menyimpannya dalam bentuk cash itu. Dalam bentuk kotak-kotak amal, kotak-kotak sumbangan itu yang kemudian belum dimasukan ke sistem rekening.”

Dalam pernyataannya, Ridlwan menyampaikan kelompok-kelompok teroris memang beroperasi secara dinamis untuk mengakali hukum positif di Indonesia. Apalagi, kata Ridlwan, baru di rezim ini kelompok teroris benar-benar dikejar sumber keuangannya secara intensif.

“Karena bagaimana pun juga, sumber darah gerakan mereka ya dari uang ini. Kalau mereka nggak punya logistik, ya nggak bisa melakukan kaderisasi, nggak beli bahan peledak,” katanya.

Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana RAE menyampaikan, pihaknya menerima hampir 5.000 transaksi mencurigakan terkait tindak pidana pendanaan terorisme selama 5 tahun terakhir.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU