> >

Pakar Hukum Internasional: Kapal China di Perairan Natuna akan Terus Ada Sampai Kiamat

Peristiwa | 17 September 2021, 10:14 WIB
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana (Sumber: Tribunnews.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana menyatakan kehadiran kapal perang milik China di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI), Perairan Natuna Utara akan terus ada sampai kiamat terjadi.

Menurut Prof. Hikmahanto, hal tersebut terjadi lantaran China yang tidak mau tunduk terhadap putusan Permanent Court of Arbitration tahun 2016 dan hasil UNCLOS 1982.

"Sejak tahun itu banyak sekali pelanggaran, maka dari itu kayak begini (kapal China masuk ZEEI) sampai kiamat terjadi. Gak mungkin kita usir, gak mungkin. Ini di laut lepas," kata Prof. Hikmahanto dalam 'Dialog Sapa Indonesia Pagi Kompas TV', Jumat (17/9/2021).

Lebih lanjut, Prof. Hikmahanto menjelaskan munculnya kapal perang China di Perairan Natuna Utara sebagai klaim sepihak atas nine dash line atau sembilan garis putus-putus.

Padahal melalui putusan Permanent Court of Arbitration dalam South China Sea Tribunal 2016 bahwa klaim China tidak sah.

Terkait sengketa China dengan negara-negara ASEAN diputuskan bahwa negeri Tirai Bambu itu tidak memiliki hak atas Laut China Selatan.

"Tetapi sebagai negara, China gak mau tunduk sama aturan itu. Dia bilang saya sah kok. Sehingga dia perlu memunculkan dirinya di lapangan," jelasnya.

Bahkan, menurut putusan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut yang tertuang dalam UNCLOS 1982 juga memutuskan perairan Natuna adalah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

Baca Juga: Kapal Perang China Serbu Laut Natuna, PKS: Pemerintah Harus Tingkatkan Patroli

Artinya, di ZEE Indonesia berhak untuk memanfaatkan Sumber Daya Alam
(SDA) hayati dan non-hayati yang melimpah demi pembangunan ekonomi negara. Termasuk oleh para nelayan.

Kendati demikian, Prof. Hikmahanto menyebut mondar-mandirnya kapal China di Natuna Utara dilakukan untuk membuat takut nelayan Indonesia.

"Mondar-mandir untuk menakut-nakuti nelayan, seolah nelayan (Indonesia) masuk di wilayah teritorial China," terangnya.

Oleh karena itu, Prof. Hikmahanto mendorong Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk menjamin kenyamanan nelayan di Natuna Utara yang merasa terintimidasi.

Kenyamanan yang dimaksud, kata Prof. Hikmahanto yang merupakan Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani (UNJANI) ini yaitu bukan mengusir kapal perang dari laut lepas.

Melainkan Bakamla perlu memastikan kenyamanan nelayan Indonesia agar tidak khawatir.

Terlebih, kehadiran kapal asing di laut lepas tidak menjadi pelanggaran selama tidak memuntahkan peluru dan mencuri SDA.

"Kita tidak meminta kapal perang untuk pergi dari sana soalnya laut lepas. Tetapi yang dilakukan adalah memastikan kenyamanan dari nelayan kita supaya mereka tidak khawatir, mereka tidak takut karena Indonesia bergantung pada nelayan. Karena ZEE itu yang diambil adalah sumber daya alamnya," cetusnya.

Dalam hal ini negara melalui Bakamla dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu memberi jaminan pada nelayan ketika ada kapal China di perairan Natuna.

"Kalo pemerintah kan gak mungkin memancing, yang memancing tentu nelayan. (Tetapi pemerintah) memastikan nelayan tenang mengambil ikan ketika ada kapal dari China. (Itu) Jaminan yang harus diberikan negara kepada nelayan," pungkasnya.

Baca Juga: Kapal Perang China Berkeliaran di Laut Natuna, Puan: Pemerintah Harus Layangkan Protes!

Diberitakan sebelumnya, Hendri, Ketua Aliansi Nelayan Natuna, menunjukkan sejumlah video yang diambil oleh nelayan pada koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur.

Dalam video yang diperlihatkannya itu, terlihat ada enam kapal perang asal China yang berada di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.

Karena keberadaan kapal perang negara asing yang tengah mondar-mandir itu, sejumlah nelayan di Kepulauan Riau merasa ketakutan.

Peristiwa itu diketahui terjadi di Laut Natuna Utara pada Senin, 13 September 2021. Adapun kapal yang terlihat paling jelas adalah destroyer Kunming-172.

”Nelayan merasa takut gara-gara ada mereka di sana, apalagi itu kapal perang," kata Hendri saat dihubungi, Rabu (15/9/2021), dikutip dari Kompas.id.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU