17 Tahun Pembunuhan Munir, Masyarakat Sipil Kembali Desak Presiden Usut Aktor Intelektual
Peristiwa | 6 September 2021, 18:31 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kelompok Masyarakat Sipil kembali mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusut aktor intelektual pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia Munir Said Thalib.
Munir dibunuh pada 7 September 2004 saat berada di pesawat dalam penerbangan dari Jakarta menuju Belanda.
“Kita semua mendesak Presiden Joko Widodo mengusut aktor intelektual dari pembunuhan politik terhadap Munir,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, dalam konfrensi pers bertajuk “17 Tahun Pembunuhan Munir”, Senin (6/9/2021).
Usman menyatakan pembunuhan terhadap Munir adalah sebuah pembunuhan politik (political assassination). Karena pembunuhan tersebut, patut diduga berkaitan dengan situasi politik dan demokrasi saat itu.
Munir, kata Usman, dibunuh sekitar dua pekan sebelum kontestasi elektoral pemungutan suara tahap akhir Pemilihan Presiden yang diselenggarakan 20 September 2004.
“Tiba-tiba sekelompok orang di badan intelijen yang semestinya memastikan agenda politik nasional berjalan baik justru kemudian diketahui sedang berkomplot untuk merencanakan dan mengeksekusi warga bernama Munir,” ujar Usman.
Baca Juga: Arief Sulistyanto, Kabaharkam Polri Pengungkap Kasus Munir
Dia mengatakan hubungan pembunuhan tersebut dengan situasi politik terasa jelas, karena partisipasi politik Munir yang pada Juli 2004, pernah menyatakan dukungan kepada Calon Presiden dan Wakil Presiden Amien Rais dan Siswono Yudho Husodo.
“Partisipasi politik ini menjadi faktor yang penting untuk menelusuri faktor-faktor yang memicu peristiwa pembunuhan Munir termasuk efek politik yang diinginkan oleh aktor intelektual pembunuh Munir,” tuturnya.
Menurut Usman, pembunuhan politik biasanya menimpa orang-orang yang bereberangan dengan pemerintahan yang berkuasa. Munir, disebutkan Usman, berada dalam posisi tersebut.
Munir, kritis terhadap kebijakan-kebijakan institusi keamanan termasuk badan intelijen. Dia menolak rencana badan intelijen untuk mendapatkan kewenangan yang berlebihan seperti menangkap, menggeledah, menahan dan membuka rekening.
Baca Juga: KASUM Desak Komnas HAM Tetapkan Kasus Munir Sebagai Pelanggaran HAM Berat
Munir juga vokal meminta pertanggungjawaban negara untuk mengadili elite-elite politik, terutama yang beralatar belakang militer, dalam kasus-kasus pelanggaran HAM. Dia juga kritis kepada pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri terkait kebijakan operasi militer di Aceh dan Papua.
Kasus pembunuhan Munir, menurut Usman, menjadi peringatan betapa kotornya kontestasi elektoral di Indonesia. Peristiwa itu juga menjadi peringatan soal minimnya perlindungan hukum terhadap pejuang demokrasi dan HAM.
Penulis : Vidi Batlolone Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV