> >

Elemen Kunci RUU PKS Dihilangkan Baleg, KOMPAKS: Ini Kemunduran Perlindungan Hak Korban

Hukum | 3 September 2021, 12:37 WIB
Ilustrasi: Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) menilai pengubahan judul dan penghapusan elemen-elemen kunci RUU PKS adalah kemunduran pemenuhan hak korban kekerasan seksual. (Sumber: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Serta tidak ada pengaturan tentang kekerasan seksual berbasis online dan korban kekerasan seksual berbasis disabilitas.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak Baleg DPR RI untuk menyesuaikan RUU PKS dengan kebutuhan korban.

"Sebagai masyarakat sipil kita perlu menguatkan kembali solidaritas kita pada korban kekerasan seksual dengan mendesak Baleg DPR RI untuk menyesuaikan materi RUU PKS dengan kebutuhan korban," pungkasnya.

Dalam pernyataan sikap yang diterima Kompas TV, KOMPAKS menuntut kepada Baleg DPR RI untuk:

  • Membuka ruang usulan perubahan naskah dan ruang diskusi yang melibatkan masyarakat sipil dalam perumusan naskah RUU PKS.
  • Memasukkan ketentuan yang mengakomodir kepentingan korban yakni pemenuhan hak perlindungan, hak pendampingan, dan hak pemulihan korban sebagaimana yang diusulkan melalui naskah akademik dan draf RUU PKS yang disusun oleh masyarakat sipil.
  • Memasukkan kebutuhan khusus korban dengan disabilitas dalam aspek pencegahan, penanganan, dan pemulihan kekerasan seksual.
  • Memasukkan ketentuan tindak pidana Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Pelacuran, Pemaksaan Aborsi, Perbudakan Seksual dan Kekerasan Seksual Online sebagai bentuk pengakuan terhadap pengalaman korban kekerasan seksual yang beragam dan upaya penanganan kasus kekerasan seksual yang lebih komprehensif; dan
  • Mengubah definisi tindak pidana pemaksaan hubungan seksual menjadi tindak pidana perkosaan.

Baca Juga: Kenapa Laki-Laki Korban Kekerasan Seksual Banyak yang Diam? Komnas Perempuan: Sering Tak Dipercaya

Diberitakan Kompas TV sebelumnya, Baleg DPR RI melalui perwakilan tim penyusun, Sabari Barus, menyatakan pengubahan judul disesuaikan dengan pendekatan hukum yang mana kekerasan seksual sebagai pidana khusus.

"Terkait dengan aspek judul, sesuai dengan pendekatan hukum dalam kerangka penyusunan, kekerasan seksual sebagai pidana khusus, maka judul sebaiknya menjadi RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Sabari Barus dalam Rapat Pleno Penyusunan Draf RUU di Gedung Senayan Jakarta, Senin (30/8/2021).

Selain itu, Barus juga menjelaskan kata "penghapusan" terkesan sangat abstrak lantaran jika diartikan hilang sama sekali, akan mustahil untuk dicapai.

Oleh karena itu, pihaknya memandang perlu untuk mengubah kata penghapusan menjadi tindak pidana.

"Kami memandang tepat dengan menggunakan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," ujar Barus.

Selain karena arti dari "penghapusan" yang abstrak, Barus juga menyebut ada tiga pendekatan hukum yang dijadikan kerangka penyusunan RUU PKS.

Pertama, kekerasan seksual sebagai tindak pidana khusus di mana perbuatan dirumuskan dengan menyebut unsur-unsur sekaligus hukuman dari tindak pidana tersebut.

Kedua, melalui perspektif korban yang tentu berbeda dengan hukum pidana pada umumnya lantaran beorientasi pada penindakan pelaku.

Ketiga, pendekatan hukum acara yang menggunakan basis Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan aturan-aturan khusus sesuai karakter kekerasan seksual dalam RUU.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU