Sekarang, Peraturan Menteri Wajib Disetujui Presiden
Berita utama | 26 Agustus 2021, 11:07 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo mewajibkan adanya persetujuan presiden sebelum menteri atau pimpinan lembaga menetapkan peraturan menteri atau pun peraturan kepala lembaga.
Setiap rencana peraturan menteri atau kepala lembaga yang akan ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga wajib disetujui oleh presiden terlebih dahulu.
Ketentuan yang telah diteken oleh Presiden Joko Widodo itu tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden Terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, peraturan presiden (Perpres) itu diterbitkan atas pertimbangan penyelarasan gerak penyelenggaraan pemerintahan dan menjaga arah kebijakan pembangunan nasional.
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang tertinggi harus mengetahui setiap kebijakan yang akan ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga.
“Setiap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga yang akan ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga wajib mendapatkan Persetujuan Presiden,” ditegaskan dalam Pasal 3 ayat 1, dilansir dari setkab.go.id, Kamis (26/8/2021).
Selain itu, lanjut Pramono, pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri (RPermen)/Rancangan Peraturan Kepala Lembaga (RPerka) juga dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan dalam pelaksanaan peraturan tersebut.
“Persetujuan Presiden adalah petunjuk atau arahan Presiden, baik yang diberikan secara lisan atau tertulis maupun pemberian keputusan dalam Sidang Kabinet/Rapat Terbatas,” dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 1.
Baca Juga: Seskab Pramono Anung: Pancasila Senjata Ampuh Atasi Persoalan Bangsa
Pramono menegaskan perpres tersebut tidak akan memperpanjang alur birokrasi dalam pembuatan peraturan menteri atau peraturan kepala lembaga.
"Perpres ini tidak dalam rangka untuk memperpanjang birokrasi, sama sekali tidak ada niatan itu. Bahkan, saya secara khusus meminta kepada para deputi substansi yang ada di Sekretariat Kabinet untuk membantu mempercepat kalau ada persoalan-persoalan yang timbul di lapangan,” ujar Pramono.
Menurut Pramono, arahan dan keputusan dalam sidang kabinet dan rapat terbatas yang tertuang dalam risalah sidang/rapat harus menjadi acuan dalam menyusun peraturan setingkat menteri.
Namun, dia mengakui hal tersebut masih belum diterapkan sepenuhnya pada periode pertama kabinet Presiden Joko Widodo.
“Seperti kita ketahui bersama pada periode pertama, seringkali apa yang menjadi arahan, keputusan, kebijakan, putusan dalam rapat rerbatas, ternyata diterjemahkan berbeda oleh beberapa kementerian dan lembaga. Sehingga, terjadi hal-hal yang kemudian oleh Bapak Presiden dianggap bahwa perlu untuk dilakukan penertiban,” ungkap Pramono.
Keberadaan Perpres 68/2021 tidak hanya untuk ketertiban pembuatan peraturan menteri maupun kepala lembaga secara administratif, tetapi sekaligus memastikan arahan dan keputusan Presiden dalam sidang kabinet atau rapat terbatas diterjemahkan dengan benar dalam peraturan pada tingkatan menteri.
“Bapak Presiden meminta kepada kami untuk membuat Perpres ini agar ada ketertiban secara administratif. Tetapi juga dengan semangat, apa yang menjadi arahan presiden itu diterjemahkan dengan benar, atau apapun yang diputuskan oleh presiden di dalam rapat terbatas itu diterjemahkan dengan benar,” tutur Pramono.
Dia pun meminta agar kementerian dan lembaga memahami dan melaksanakan mekanisme terkait pemberian persetujuan presiden terhadap Rpermen atau Rperka tersebut.
“Saya berpesan kepada deputi di internal Setretariat Kabinet untuk selalu mempercepat apa yang menjadi kebutuhan dalam membuat peraturan menteri ataupun peraturan kepala lembaga ini. Tetapi, tentunya prosedur harus dilewati dengan baik dan proper dan benar,” tambahnya.
Baca Juga: Partai Koalisi Jokowi Bertemu Bahas Tata Negara, Singgung Amandemen UUD Periode Jabatan Presiden?
Pada keteranga sama, Pramono menjelsakan prosedur bahwa sebelum dimintakan persetujuan presiden, RPermen/RPerka harus sudah melalui pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi yang dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).
Kemudian, setelah proses harmonisasi tersebut, pemrakarsa menyampaikan permohonan kepada Presiden.
"Berdasarkan permohonan yang disampaikan pemrakarsa, Sekretariat Kabinet menyampaikan memo kepada Bapak Presiden untuk mendapatkan persetujuan dari usulan tersebut, dari pemrakarsa tersebut,” jelas Pramono Anung.
Jika Presiden telah memberikan persetujuan, pihak Sekretariat Kabinet segera menyampaikan secara tertulis kepada kementerian/lembaga.
Sebaliknya, apabila RPermen/RPerka belum mendapatkan persetujuan atau tidak mendapatkan persetujuan oleh Presiden, maka Sekretariat Kabinet akan melakukan pengkajian.
"Tentunya proses itu kita kaji, kita dalami kembali, kita evaluasi apa yang belum atau tidak mendapatkan persetujuan dari Bapak Presiden,” tutur Pramono.
Adapun untuk RPermen/RPerka yang mendapat persetujuan dari Presiden selanjutnya dapat ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga pemrakarsa dan diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia di Kemenkumham.
Peraturan ini berlaku sejak diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 6 Agustus 2021.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Presiden ini diatur dengan Peraturan Sekretaris Kabinet,” bunyi ketentuan penutup Perpres tersebut dikutip dari laman setkab.go.id.
Baca Juga: 59% Responden Puas dengan Kinerja Jokowi dalam Menangani Pandemi
Penulis : Hedi Basri Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV