Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Kisah Nurdjanah, Gadis Remaja si Pelempar Granat
Peristiwa | 17 Agustus 2021, 05:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, kondisi ibu kota Jakarta belum aman. Pertempuran-pertempuran kecil masih sering terjadi antara para pemuda dengan tentara Belanda.
Pada bulan Desember 1945, misalnya, terjadi pertempuran di Senen antara para pemuda setempat dengan serdadu NICA (Nederlandsch Indische Civiele Administratie), yang dibantu serdadu Gurkha dan Inggris. Para pasukan asing itu menembakkan peluru kepada penduduk di sekitar.
Meurut Rosihan Anwar dalam bukunya, "Kisah-kisah Jakarta Setelah Proklamasi", pertempuran hebat itu terjadi seharian dari siang sampai malam hari disertai hujan lebat.
Dalam pertempuran ini, Rachman Zakir (mahasiswa Ika Daigaku, sekolah Kedokteran Tinggi) berusia 21 tahun yang juga pimpinan API (Angkatan Pemudah Indonesia) Senen, tewas ditembak.
Baca Juga: Ini 5 Lagu Tema Kemerdekaan Indonesia yang Cocok Diputar Saat 17 Agustus
Namun ada satu peristiwa yang dicatat Rosihan, tentang seorang gadis remaja usia 14 tahun yang punya keberanian melemparkan granat ke pasukan Belanda.
Pada suatu hari, di akhir Desember, di berada di daerah Senen dekat bioskop REX.
Gadis yang kemudian diketahui anggota Laswi (Lasykar Wanita Indonesia), sudah mempersiakan dua buah granat.
Sengaja dia persiapkan untuk menunggu serdadu Belanda yang biasa lewat di sana menggunakan truk.
Dan pada hari itu, serombongan tentara Belanda melintas sambil melambaikan tangan kepada Nurdjanah, nama gadis itu, tanpa rasa curiga. "daag" kata para serdadu itu. Seketika Nurdjanah tersenyum dan pada saat yang bersamaan, dua granat yang sudah dia bawa dilemparkan ke arah truk yang membawa pasukan itu.
Baca Juga: Detik–Detik Proklamasi Kemerdekaan RI Di Lantmal VI, Empat Kapal Perang Meraung Bersama
"Ledakan, jeritan, korban bergelimpangan, tetapi si gadis lolos," kata Rosihan yang
hidup di zaman tersebut dan berprofesi sebagai wartawan.
Kisah Nurdjanah tidak pernah terdengar lagi. Catatannya pun tidak ada. Bahkan buku sejaran tidak mengabadikan namanya. "Wahai, di mana engkau sekarang, Nurdjanah?" tanya Rosihan ketika menuliskan kenangannya itu pada tahun 1976.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV