Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Ketika Cornel Simanjuntak Tertembak Pantatnya
Peristiwa | 13 Agustus 2021, 05:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Lagu Maju "Tak Gentar" senantiasa berkumandang di setiap momen proklamasi kemerdekaan. Penciptanya adalah komponis asal Pematang Siantar, Sumatera Utara, Cornel Simanjuntak. Selain pandai dalam menggubah lagu perjuangan, lelaki kelahiran tahun 1921 ini juga adalah seorang pejuang di lapangan yang tangguh.
Tercatat di awal kemerdekaan pada tahun 1945-1946, ia mengarahkan moncong senjatanya kepada tentara Gurkha dan Inggris di daerah Senen - Tangsi Penggorengan Jakarta. Dalam buku "Kisah-kisah Jakarta Setelah Proklamasi" karya Rosihan Anwar, serdadu NICA (Netherlands-Indies Civiele Administration) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda, yang terdiri dari Gurkha dan Inggris itu memindahkan Tangsi Penggorengan ke Hotel Thaitung di Senen.
Para pemuda Senen menyerbu hotel serdadu NICA. "Medan pertempuran terutama berpusat di simpang empat Kramat depan bioskop Grand," tulis Rosihan Anwar, wartawan yang hidup di masa itu.
Baca Juga: 4.945 Napi di Aceh Diusulkan Dapat Remisi Hari Kemerdekaan RI
Namun karena persenjataan NICA sangat kuat, maka setelah pertempuran berjam-jam, para pemuda Indonesia mundur sambil membawa rekan-rekannya yang terluka. Para pemuda mundur ke sekitar Bungur dan Tanah Tinggi, tempat persembunyian mereka.
Rosihan yang tahu terjadi pertempuran pun bertanya kepada Cornel melalui telepon dari Pecenongan. "Baik saja" kata Cornel dengan suara melengking.
"Semangatmu masih kuat?" tanya Rosihan.
"Berjuang terus bung,"kata Cornel yang juga anggota Angkatan Pemuda Indonesia (API).
Tenyata, kata Rosihan, Cornel tertembak pantatnya. Dia sempat dirawat di CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Namun karena situasi tidak aman, Cornel mengungsi ke Karawang kemudian terus ke Yogyakarta dalam kondisi tubuh yang lemah.
Baca Juga: Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Kematian Misterius Otto Iskandar Dinata
Kondisi tubuh makin lemah karena dia juga menderita TBC hingga dirawat di santorium di Pakem, Yogyakarta.
Takdir pun memanggilnya. Dia menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 15 September 1946 di Yogyakarta.
Masuknya Cornel ke medan tempur karena panggilan revolusioner dalam jiwanya. Seniman Asrul Sani, yang sangat akrab dengan Cornel, pernah bertemu dengan dirinya pada masa revolusi itu.
Saat itu, Cornel berucap kepada Asrul Sani: “Kalau Saudara hendak mencari saya, jangan cari di rumah. Saya ada di markas API, Menteng 31. Buat sementara waktu saya meninggalkan musik. Saya sekarang merasa bebas sebebas-bebasnya dan dengan kebebasan yang saya perdapat ini saya tentu akan dapat menghalang jiwa saya. Saya tidak ingin perasaan kebebasan itu hilang. Kalau kemerdekaan kita diambil orang, ia pun akan turut hilang. Sekarang ada pertempuran untuk kebebasan ini. Saya tersangkut dalamnya,” kata Cornel yang pernah menjadi guru ini.
Meski sakit, Cornel memang banyak menulis lagu. Selain "Maju Tak Gentar" dia juga menggubah "Tanah Tumpah Darahku", "Pada Pahlawan," dan "Mekar Melati".
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV