Sejarah Tugu Proklamasi: Digagas 5 Tokoh Perempuan dan Dihancurkan Soekarno
Peristiwa | 12 Agustus 2021, 11:29 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Saat ini Indonesia menuju hari peringatan kemerdakaan, 17 Agustus 2021. Salah satu yang identik dengan HUT RI adalah monumen atau tugu.
Tugu atau monumen sebagai bentuk penghormatan negara atas perjuangan para pahlawan yang andil besar dalam meraih kemerdekaan Republik Indonesia.
Salah satu yang menarik adalah Tugu Peringatan Satu Tahun Proklamasi. Berdiri di Taman Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, itu dibangun untuk memperingati ulang tahun pertama RI pada 1946.
Baca Juga: Kantor DPP Partai Demokrat di Tugu Proklamasi Digeruduk Massa
Dalam buku Bung Karno di antara Saksi dan Peristiwa, ST Sularto menuliskan bahwa menurut Presiden Soekarno, Tugu Peringatan Satu Tahun Proklamasi merupakan Tugu Linggarjati sehingga harus dihancurkan.
Padahal, perjanjian Linggarjati baru diadakan pada 10 November 1946 atau tiga bulan setelah peresmian Tugu Proklamasi.
Jo Masdani, salah satu dari lima perempuan penggagas Tugu Proklamasi, membantah pernyataan Soekarno. Menurut dia, peresmian Tugu Proklamasi disiapkan sejak Juni 1946, sedangkan pernjanjian Linggarjati terjadi pada November 1946.
"Persiapan kami lakukan sejak Juni 1946, sedangkan Linggarjati terjadi pada November 1946. Ini kan suatu kekeliruan besar," kata Jo Masdani.
Tapi pembelaan Jo Masdani tak menyelamatkan tugu dari penghancuran. Dari puing-puing tugu, Jo Masdani menyimpan tiga keping marmer yang diletakkan di depan rumahnya sebagai bentuk kenangan.
Dalam kepingan marmer tertulis "Dipersembahkan oleh wanita Repoeblik", tulisan Proklamasi, dan peta negara Indonesia.
Untuk diketahui, selain karena tugu itu sudah berdiri lebih dari 70 tahun, sejarahnya juga membanggakan karena merupakan hasil buah pikir lima tokoh pejuang perempuan.
Kelima tokoh dimaksud: Ny Gerung, Jo Masdani, Mien Wiranataksumah, Zubaedah, dan Zus Ratulangi. Mereka tergabung dalam Pemuda Putri Indonesia (PPI) dan Wanita Indonesia.
Baca Juga: Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Sayuti Melik, Pengetik Naskah Proklamasi yang Jadi Bintang Film
Menurut catatan Harian Kompas pada 16 Agustus 1995, proses peresmian Tugu Proklamasi sempat terhambat.
Suwirjo yang saat itu duduk sebagai Wali Kota Jakarta menolak meresmikan Tugu Proklamasi pada 17 Agustus 1946 dengan alasan keamanan.
Suwirjo hanaya ingin meresmikan keesokan harinya, 18 Agustus 1946.
Namun, Jo Masdani bersikeras untuk meresmikan simbol perjuangan itu pada 17 Agustus 1946.
Dia tak takut mati meski harus meresmikan Tugu Proklamasi pada pada hari itu. "Kalau tanggal 18 Agustus, biarlah Pak Suwirjo sendiri yang membukanya," ucap Jo Masdani dikuti dari Kompas.
Karena keinginan bulat untuk meresmikan tugu pada 17 Agustus 1946, Jo Masdani dan pejuang perempuan lainnya menghubungi Sutan Syahrir dan menyanggupi meresmikan Tugu Proklamasi pada hari itu.
Jadilah Tugu Satu Proklamasi diresmikan oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir pada 17 Agustus 1946.
Semenjak peresmian tersebut, para pemuda dan pelajar menyelenggarakan upacara peringatan HUT RI di Tugu Proklamasi.
Bahkan, setelah pemulihan kedaulatan Indonesia pada 1950, presiden dan wakil presiden selalu mendatangi Tugu Proklamasi setelah upacara kenegaraan di Istana Negara.
RI 1 dan RI 2 bersama-sama meletakkan karangan bunga dan berdoa bagi para pahlawan. Tak hanya pejabat Indonesia, para tamu negara juga diajak untuk meletakkan karangan bunga bagi para pahlawan yang gugur.
Akan tetapi, setelah 14 tahun diresmikan, Tugu Proklamasi tidak lagi didatangi seperti sebelumnya. Ia malah dihancurkan karena dianggap Tugu Linggarjati.
Hingga kemudian, Pada 1972, pemerintah kembali membangun Tugu Proklamasi serta Rumah Proklamasi. Kini dikenal sebagai Gedung Perintis Kemerdekaan.
Pada tahun tersebut, Menteri Penerangan yang saat itu dijabat oleh Budiarjo meresmikan kembali Tugu Proklamasi.
Baca Juga: Kisah Mohammad Hatta, Sahur dengan Telur Jelang Proklamasi Kemerdekaan
Penulis : Hedi Basri Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV