> >

Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Penculikan dan Pertengkaran Para Pendiri Bangsa

Peristiwa | 9 Agustus 2021, 05:00 WIB
Bung Hatta dan Bung Karno (Sumber: Bobo)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Beberapa hari sebelum proklamasi kemerdekaan dibacakan pada 17 Agustus 1945, terjadi penculikan dan pertengkaran dari para tokoh dan sejumlah anak muda. 

Dalam buku "Menuju Gerbang Kemerdekaan" yang ditulis oleh Mohammad hatta, diceritakan pada 15 Agustus 1945 sore hari telah datang dua pemuda, Soebadio Sastrosatomo dan Soebianto (paman dari menteri pertahanan Prabowo Soebianto).

Kedatangan dua pemuda ke rumah Hatta untuk mendesak segera membacakan proklamasi kemerdekaan saat itu juga. "Mereka mendesak bantuanku supaya kemerdekaan Indonesia jangan dinyatakan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang terkenal sebagai buatan Jepang, tetapi oleh Soekarno sendiri sebagai pemimpin bangsa," kata Hatta.

Alasan para pemuda, karena Jepang sudah kalah perang. Namun Hatta menolak desakan anak-anak muda itu. Alasannya, Jepang sudah mengakui kemerdekaan Indonesia dan esok hari pada 16 Agustus Panitia Persiapan Kemerdekaan akan membacakan di Pejambon, Jakarta pada pukul 10.00.

Baca Juga: Cinta Laura Bicara Sosok Bung Karno di Hadapan Megawati

"Itu harus dihalangi," kata pera pemuda itu. Perdebatan alot selama 30 menit pun tak membuahkan hasil. Mereka pun bergegas pulang sambil menuding Hatta tidak bersikap revolusioner.

Rupanya, malam itu juga di rumah Soekarno sedang terjadi perdebatan panas antara sejumlah pemuda dengan Soekarno. Salah seorang pemuda, Wikana,  mendesak agar Proklamasi dibacakan malam itu juga sebelum pukul 24.00.

"Apabila Bung Karno tidak mau mengucapkan pengumuman kemerdekaan itu malam ini juga, besok pagi akan terjadi pembunuhan dan penumpahan darah," kata Wikana.

Mendengar ancaman tersebut, Soekarno naik pitam. "Ini leherku, seretlah aku ke pojok sana dan sudahilah nyawaku malam ini," katanya. Mendengar kemarahan Soekarno, Wikana terperanjat. 

Pertengkaran malam itu tidak mencapai titik temu. Para pemuda bubar, Soekarno pergi tidur.

Besoknya, pada 16 Agustus, Hatta yang sedang makan sahur dikagetkan oleh ketukan di pintu. Di luar sejumlah pemuda yang dipimpin Soekarni memberitahu bahwa pada pukul 12.00 siang Bung Hatta harus ikut ke Rengasdengklok, Karawang.

"Ini sudah menjadi keputusan kami. Bung ikut saja bersama Bung Karno ke Rengasdengklok," kata Soekarni. 

Pada jam yang sudah dijanjikan, Bung Hatta ikut bersama pemuda dengan hanya pakaian yang melekat di baju. Sementara Soekarno ditemani isterinya, Fatmawati dan anaknya yang masih bayi, Guntur. 

Persinggahan di Rengasdengklok tidak berlangsung lama. Sebab pada sore harinya, Soekarni memberitahukan bahwa di Jakarta kondisi aman. Tidak ada aksi dari rakyat yang akan membakar kedudukan Jepang yang sudah kalah, seperti dikhawitirkan. Mereka bergegas kembali ke Jakarta.

Baca Juga: Penghargaan Anti Korupsi Bung Hatta Award kepada Nurdin Abdullah Akan Ditinjau Ulang

Malam itu juga, pada pukul 10 malam, Soekarno dan Hatta menemui Laksamana Maeda di rumahnya. Sejumlah pejabat Jepang pun hadir di sana. Juga panitian persiapan kemerdekaan.

Di rumah itu, bersama Sayuti Melik naskah Proklamasi disusun. "Aku persilakan Bung Hatta menyusun teks ringkas  sebab bahasanya kuanggap yang terbaik," kata Soekarno kepada Hatta di sebuah ruangan terpisah dari hadirian yang lain.

Hatta menjawab, "Kalau aku yang memikirkan, lebih baik Bung menuliskan aku yang mendiktekan," kata Hatta dijawab setuju yang hadir.

Kalimat pertama diambil dari  akhir alinea  ketiga rencana pembukaan UUD mengenai proklamasi. "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia."

Menurut Hatta, kalimat itu menyatakan kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri. 

Setelah teks selesai disusun, malam itu juga dibawa kepada panitia persiapan kemerdekaan ditambah dengan para pemuda serta pemimpin rakyat  dan anggota Cuo Sang In (dewan pertimbangan pusat) yang berada di Jakarta.

Rapat pun berakhir pada pukul 03.00 dinihari jelang makan sahur.   

Semua sepakat dan pembacaan teks akan dibacakan pada besoknya, 17 Agustus 1945 tepat hari Jumat pada pukul 10.00 pagi. Dan pada hari itu, menjadi hari paling bersejarah bagi Indonesia.          
 

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU