> >

Agar Terhindar Spyware Pegasus, Jokowi Diminta Tak Gunakan WhatsApp

Kriminal | 26 Juli 2021, 18:04 WIB
Ilustrasi peretasan lewat aplikasi pesan singkat, WhatsApp. (Sumber: Shutterstock)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta para pejabat negara mendapat imbaun untuk tidak menggunakan aplikasi pesan singkat, WhatsApp guna menghindari serangan spyware Pegasus.

Salah satu yang menyampaikan peringatan tersebut adalah pakar keamanan siber dari lembaga riset nonprofit CISSReC, Pratama Persadha.

Pratama menyarankan agar pejabat negara tak menggunakan WhatsApp, karena saat ini malware tersebut menargetkan serangan kepada sejumlah kepala negara dan pejabat pemerintahan. Seperti yang dialami oleh Presiden Prancis, Emmanuel Macron.

"Presiden (Jokowi) dan para pejabat penting negara harus waspada, disarankan tidak lagi memakai Whatsapp karena menjadi pintu masuk Pegasus," kata Pratama dalam keterangannya, Sabtu (25/7/2021).

Baca Juga: Presiden Prancis Emmanuel Macron Ganti Nomor Telepon setelah Namanya Masuk Daftar Sadap Pegasus

Diketahui, spyware Pegasus mampu mengendalikan ponsel pintar milik target dengan menyusup ke dalam dashboard.

Tanpa sepengatahuan korban, peretas pun dengan mudah dapat melakukan pengiriman pesan, panggilan, dan perekamanan.

Salah satu kasus peretasan oleh Pegasus yang ramai diperbincangkan yakni yang menimpa pendiri Amazon, Jeff Bezos.

Bezos mengaku ponselnya diretas sesaat setelah berkomunikasi dengan Pangeran Arab Saudi, Muhammad bin Salman.

Akibatnya, foto-foto dan chat pribadi Bezos bersama pembawa berita nasional asal Amerika Serikat yang diduga selingkuhannya pun terkuak ke publik, hingga berujung pada perceraian dengan sang istri.

Baca Juga: AIMAN - Pegasus, Peretasan, dan Teror Aktivis Antikorupsi

Sementara itu, menurut tim forensik yang memeriksa iPhone Bezos, bukti-bukti yang didapatkan menunjukan bahwa peretasan tersebut menggunakan perangkat pengintai atau spyware Pegasus yang dibuat oleh perusahaan Israel, NSO Group Technologies.

Pratama kembali menjelaskan, hal ini bisa terjadi lantaran Pegasus bisa memata-matai semua aplikasi yang ada di dalam ponsel targetnya, tidak hanya aplikasi WhatsApp.

Lebih jelasnya, Pegasus dapat mencuri semua data korban jika malware itu berhasil ditanamkan ke ponselnya.

Mengerikannya lagi, Pegasus juga bisa menyalakan kamera atau mikrofon pada ponsel korban untuk membuat rekaman secara rahasia.

Baca Juga: Amnesty International: Peretasan Akun Pengurus BEM UI Bentuk Pembungkaman, Melanggar Hak Berekspresi

Sebagai langkah antisipasi, Pratama pun menjelaskan, perlu dilakukannya uji forensik pada perangkat komunikasi yang tengah digunakan.

Setelah itu, lakukan juga protokol keamanan pada nomor ponsel yang digunakan oleh para petinggi negara dan jangan sampai bocor, sebab mesti diingat bahwa aplikasi WhastApp bisa menjadi pintu masuk Pegasus.

Supaya rasa aman semakin bertambah, Pratama menyarankan pula penggunaan software enkripsi sebagai tameng data dari pencurian oleh Pegasus.

"Ponsel apapun termasuk iPhone masih bisa ditembus oleh Pegasus. Langkah preventif yang paling bisa dilakukan adalah menggunakan software enkripsi," ungkap Pratama.

"Sehingga data yang akan ditransmisikan atau dicuri oleh Pegasus tidak serta merta langsung bisa dibuka atau diolah," sambungnya.

Menurut Pratama, mencuatnya kasus peretasan oleh Pegasus ini harusnya menjadi pengingat bagi semua pihak untuk mulai mengembangkan perangkat keras sendiri dan aplikasi yang aman.

"Bagi Indonesia ini seharusnya menjadi pengingat, betapa pentingnya mengembangkan perangkat keras sendiri serta aplikasi chat dan email yang aman digunakan oleh negara, sehingga mengurangi resiko eksploitasi keamanan oleh pihak asing," pungkasnya.

Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU