> >

YLBHI: Pemerintah Pakai Istilah PSBB hingga PPKM untuk Hindari Kewajiban Penuhi Kebutuhan Warga

Update corona | 18 Juli 2021, 19:10 WIB
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati. (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengkritik cara pemerintah dalam menangani pandemi virus corona atau Covid-19 selama ini.

Wanita yang akrab disapa Asfin itu mengaku heran pemerintah tidak pernah menggunakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan untuk menjalankan kewajibannya dalam menangani pandemi Covid-19.

Namun, pemerintah justru menggunakan UU Kekarantinaan Kesehatan ketika memberikan sanksi kepada warga negara yang dianggap melanggar aturan pembatasan.

Baca Juga: Pemilik Kedai Kopi yang Tolak Denda Rp5 Juta dan Pilih Dipenjara Bebas: Mending Ikuti Aturan

"Kalau sanksi kenapa menggunakan UU Kekarantinaan Kesehatan. Tapi ketika penerapan kekarantinaan, kenapa bukan pakai UU (yang sama)," kata Asfin dalam konferensi persnya pada Minggu (18/7/2021).

Menurut dia, pemerintah ada kesan menghindari kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan dasar warga selama adanya pandemi Covid-19.

Hal tersebut, kata dia, terlihat dari berbagai istilah kebijakan pembatasan yang diterapkan pemerintah dari sejak awal hingga kini.

Itu seperti menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), kemudian kini pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat.

Baca Juga: Pengakuan Ayah Pemilik Kedai Kopi yang Pilih Dibui 3 Hari: Saya Bangga dengan Keputusan Anak Saya

Padahal, dalam UU 6 Tahun 2018 diatur soal karantina wilayah ketika terjadi kedaruratan kesehatan.

Dalam UU itu pula disebutkan, bahwa selama karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang ada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

"Jadi, ketika pembatasan pemerintah gunakan yang lain, jelas itu maksudnya untuk mengakali hukum agar kewajiban yang ada di UU 6/2018 tidak dipenuhi pemerintah dan tidak diberikan kepada masyarakat," ucap Asfin.

Lebih lanjut, Asfin berpendapat, bahwa pendekatan yang diambil pemerintah dalam menangani pandemi cenderung pakai cara represif dengan mengerahkan aparat penegak hukum.

Baca Juga: Tak Mengaku Anggota DPR saat Kena Pemeriksaan PPKM Darurat, Desy Ratnasari Ajarkan Sikap Disiplin

Menurut Asfin, pemerintah masih menggunakan paradigma kuno, yaitu menganggap situasi darurat kesehatan ini sama dengan darurat sipil atau militer.

"Kami menyesalkan ketika UU 6/2018 itu sudah demikian maju, itu UU yang sangat progresif," ucapnya.

"Tapi kok tiba-tiba pejabat publik mengembalikan kedaruratan dalam kacamata kuno, dalam kacamata keamanan atau bahkan pertahanan negara."

Menurut Asfin, jika persoalannya adalah kedaruratan kesehatan, mestinya kebijakan yang diambil pemerintah adalah pendekatan kesehatan, bukan keamanan.

Baca Juga: PPKM Darurat Diperpanjang? Ini Jawaban Gubernur DKI Anies Baswedan

Karena itu, Asfin menegaskan, mengambil kebijakan dengan cara pendekatan keamanan dalam menangani pandemi tidak akan berhasil.

"Kedaruratan kesehatan masyarakat ini harus didekati dengan persoalan kesehatan dan tidak akan berhasil dengan pendekatan pertahanan dan keamanan, selain argumen HAM terkait kebebasan pastinya," kata Asfin.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU