> >

YLKI: Vaksin Berbayar Tidak Etis, Harus Ditolak

Kesehatan | 11 Juli 2021, 21:23 WIB
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi (Sumber: ylki.or.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) angkat bicara menanggapi program vaksinasi Covid-19 berbayar yang akan dilaksanakan BUMN farmasi melalui PT Kimia Farma.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan vaksin gotong royong yang dikomersialisasikan atau dijual ke publik tidaklah etis.

Sebab, kata dia, saat ini wabah virus corona atau Covid-19 kondisinya tengah mengganas. Selain itu, masih banyak pula masyarakat yang belum mendapatkan vaksinasi Covid-19.

Karena itu, Tulus menegaskan, bahwa program vaksinasi Covid-19 berbayar tentu saja harus ditolak.

Baca Juga: Anggota DPR Mufti Anam: Potensi Uang dari Vaksin Covid-19 Berbayar Capai Rp747 Juta per Hari

"Vaksin berbayar itu tidak etis, di tengah pandemi yang sedang mengganas. Oleh karena itu, vaksin berbayar harus ditolak," kata Tulus melalui keterangan tertulisnya yang diterima pada Minggu (11/7/2021).

Dengan adanya vaksinasi berbayar, kata Tulus, maka semakin membuat orang tidak bersedia untuk melakukan vaksinasi Covid-19.

"Yang digratiskan saja masih banyak yang malas (tidak mau), apalagi vaksin berbayar," ucap Tulus.

Lebih lanjut, Tulus mengatakan, program vaksin berbayar juga akan membingungkan masyarakat karena di saat yang sama ada vaksin gratis.

Baca Juga: Cara Daftar Vaksin Berbayar di Kimia Farma, Lengkap dengan Harga dan Lokasi Vaksinasi

"Mengapa ada vaksin berbayar, dan ada vaksin gratis. Dari sisi komunikasi publik sangat jelek," ucapnya.

Selain itu, Tulus menyebut, adanya vaksin berbayar juga bisa menimbulkan ketidakpercayaan pada masyarakat.

Masyarakat, kata dia, akan menilai bahwa yang berbayar dianggap kualitasnya lebih baik. Sementara yang gratis lebih buruk kualitasnya.

Tulus menambahkan, jika dibandingkan dengan negara-negara lain, banyak yang melakukan terobosan dengan memberikan hadiah kepada masyarakat yang mau divaksinasi Covid-19.

"Tujuannya agar makin banyak warga negaranya yang mau divaksin. Bukan malah disuruh membayar," kata Tulus.

Baca Juga: Wakil Ketua Komisi IX Kaget, Kebijakan Vaksin Berbayar Kimia Farma Dipertanyakan

Oleh karena itu, YLKI mendesak dilakukannya pembatalan terkait vaksin gotong royong berbayar untuk kategori individu.

"Kembalikan pada kebijakan semula, yang membayar adalah pihak perusahaan, bukan individual," ucap Tulus.

Seperti diketahui, vaksin berbayar akan mulai dijual oleh Kimia Farma mulai Senin (12/7/2021).

Pada tahap awal, akan ada di 8 cabang Kimia Farma yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Bali. Kapasitas vaksin yang dijual sebanyak 1.700 orang per hari. 

Sesuai keputusan Menteri Kesehatan, harga pembelian vaksin individu tersebut sebesar Rp321.660 per dosis dan tarif vaksinasi Rp117.910 per pelayanan.

Dengan demikian, maka biaya sekali suntik vaksin yang harus dikeluarkan konsumen mencapai Rp439.570.

Sesuai aturan, harga tersebut sudah meliputi keuntungan perusahaan, namun belum termasuk PPn.

Baca Juga: Kimia Farma Buka Layanan Vaksinasi Covid-19 Berbayar Mulai 12 Juli, Per Dosis Harganya Rp 439.570

Anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam, mengatakan pelaksanaan vaksiniasi Covid-19 berbayar atau secara individu pasti bakal banyak peminatnya.

Politikus PDI Perjuangan atau PDIP itu menyebut, potensi uang yang masuk bisa mencapai Rp747 juta per harinya.

Jumlah uang sebanyak itu berdasarkan asumsi biaya sesuai ketentuan maksimal yang kuota awalnya akan tersedia di delapan gerai PT Kimia Farma.

Menurut Mufti, jumlah uang yang masuk dalam sehari bisa lebih banyak kalau ada penambahan jaringan penyedia vaksin berbayar tersebut.

"Tentu itu cukup menggiurkan, namun saya minta jangan gara-gara vaksin individu, kemudian BUMN farmasi berkurang fokusnya dalam menyediakan vaksin gratis dan obat-obatan terapi yang sangat dibutuhkan rakyat,” kata Mufti.

Baca Juga: Kimia Farma Buka Layanan Vaksinasi Covid-19 Berbayar Mulai 12 Juli, Per Dosis Harganya Rp 439.570

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU