Pro-Kontra Pemberian Gelar Profesor Kehormatan buat Megawati
Peristiwa | 10 Juni 2021, 10:32 WIBSesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 40 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan/Guru Besar Tidak Tetap pada Perguruan Tinggi dan sejalan dengan pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 88 Tahun 2003 tentang Pengangkatan Dosen Tidak Tetap Dalam Jabatan Akademik Pada Perguruan Tinggi Negeri.
Ketiga, penganugerahan profesor kehormatan ini diharapkan menjadi contoh teladan. Para guru besar disebut menilai kiprah Megawati dapat menjadi motivasi bagi generasi muda penerus bangsa.
Sementara pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai pemberian gelar profesor buat Megawati itu harusnya melalui proses akademik yang panjang.
"Untuk memperoleh jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi itu memerlukan proses panjang dan berliku. Pendidikannya juga harus lulusan S3 (doktor)
.
Untuk Profesor Madya saja, akademisi harus memiliki kumulatif angka kredit (KUM) 850. Sementara untuk Profesor penuh diperlukan KUM 1000," katanya.
Nah, KUM tersebut dikumpulkan akademisi dari unsur pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan unsur pendukung seperti mengikuti seminar ilmiah.
Bahkan akademisi harus menulis artikel yang dimuat di Scopus. Hingga saat ini banyak akademisi belum memperoleh jabatan profesor karena terganjal pada pemuatan artikel di Scopus.
Karena itu, para akademisi merasa tidak adil bila ada seseorang yang terkesan begitu mudahnya memperoleh jabatan profesor.
"Moral akademisi bisa-bisa melorot melihat realitas tersebut. Apalagi kesan politis begitu kental dari pemberian jabatan profesor tersebut," ujar penulis buku "Perang Bush Memburu Osama", "Tipologi Pesan Persuasif" dan "Riset Kehumasan" ini.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV