Beranggapan: Mencederai Demokrasi, PSI Tolak Pasal Penghinaan Presiden di RUU KUHP
Politik | 9 Juni 2021, 10:25 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan menolak masuknya delik penghinaan presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP).
Demikian pernyataan sikap PSI tersebut disampaikan oleh Ketua DPP PSI, Tsamara Amany, melalui keterangan resminya.
Baca Juga: RKUHP Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden Berpotensi "Tabrak" Putusan MK
“Pasal penghinaan Presiden dan DPR dalam RUU KUHP mencederai esensi demokrasi, yaitu kebebasan berpendapat,” kata Tsamara Amany yang dikutip pada Rabu (9/6/2021).
“Pasal tersebut punya potensi menjadi pasal karet yang menghambat diskursus publik yang sehat.”
Tsamara menjelaskan alasan PSI menolak pasal tersebut karena pihaknya tak melihat relevansi pasal-pasal semacam itu diterapkan di era demokrasi saat ini.
Menurut dia, jika Indonesia menerapkan aturan tersebut, maka hal itu menunjukkan kemunduran puluhan tahun.
Baca Juga: RKUHP Memuat Pasal Penghinaan, YLBHI: Apa Bedanya Dengan KUHP Peninggalan Kolonial
“Kalau dalam konteks pasal penghinaan Presiden, Pak Jokowi dari dulu biasa difitnah, tapi beliau selalu menjawab dengan kerja,” ucap mahasiswa S2 New York University tersebut .
“Kritik seharusnya dibalas dengan kerja, bukan ancaman penjara. Itu pula yang seharusnya dilakukan DPR. Kalau ada yang mengkritik DPR, tunjukkan dengan perbaikan kinerja.”
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV