> >

Ketua Wadah Pegawai KPK Ingin Presiden Jokowi Supervisi Soal Alih Status Pegawai KPK Jadi ASN

Hukum | 26 Mei 2021, 14:52 WIB

Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Yudi Purnomo mengungkapkan sejumlah keanehan soal-soal pertanyaan saat TWK peralihan pegawai KPK untuk menjadi ASN. (Sumber: Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Yudi Purnomo mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan supervisi terhadap alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Yudi mengatakan demikian menanggapi keputusan hasil rapat pimpinan KPK bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi dan Badan Kepegawaian Nasional.

Baca Juga: Moeldoko: TWK Berlaku di Semua Lembaga, Kenapa di KPK Diributkan?

Berdasarkan hasil rapat itu, sebanyak 51 orang dari 75 pegawai yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) dinyatakan tidak bisa lagi bekerja di KPK alias diberhentikan.

"Perlu adanya supervisi dari Presiden menindaklanjuti perkara alih status pegawai KPK," kata Yudi melalui keterangan resminya yang dikutip pada Rabu (26/5/2021).

Menurut Yudi, Presiden Jokowi harus turun tangan karena sikap pimpinan KPK dan Kepala BKN soal polemik TWK pegawai KPK merupakan bentuk konkret dari ketidaksetiaan terhadap pemerintahan yang sah.

Alasannya, kata Yudi, pimpinan kedua lembaga tidak mematuhi instruksi presiden dengan memutuskan memberhentikan 51 pegawai KPK, maupun memberikan pelatihan bela negara terhadap 24 pegawai lainnya.

Baca Juga: ICW Desak Presiden Jokowi Batalkan Putusan Pemberhentian Pegawai KPK

"Padahal, secara nyata presiden sudah mengungkapkan bahwa tes tidak dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan seseorang," kata Yudi.

Yudi menegaskan, pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian telah melawan hukum karena tidak mengindahkan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang diperkuat dengan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019.

Putusan itu, kata Yudi, menegaskan bahwa proses transisi status tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.

Selain itu, Yudi mempertanyakan alasan Ketua KPK Firli Bahuri yang ingin memberhentikan pegawai dengan ketidakjelasan alat ukur, serta proses yang sarat pelecehan martabat perempuan tersebut.

Baca Juga: 51 Pegawai KPK Diberhentikan Berdampak Pada Kasus Korupsi Besar yang Sedang Berjalan

"Padahal di sisi lain, Ketua KPK bertekad menjadikan residivis perkara korupsi yang jelas telah berkekuatan hukum tetap sebagai agen antikorupsi," kata Yudi.

Bekerja Hingga 1 November 2021

Diketahui, 51 pegawai KPK yang diberhentikan lantaran tak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) masih bisa bekerja hingga 1 November 2021.

"Karena status pegawai sampai 1 November termasuk yang TMS (Tidak Memenuhi Syarat) mereka tetap pegawai KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantor BKN RI, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021).

Alexander mengatakan, 51 pegawai KPK itu masih boleh bekerja di kantor hingga 1 November. Namun, pengawasan terhadap pekerjaan mereka akan diperketat.

Baca Juga: 51 Pegawai KPK Diberhentikan, Ini Tanggapan Amnesty Internasional Indonesia

“Aspek pengawasannya diperketat, jadi pegawai tetap masuk kantor, bekerja biasa, tapi pelaksanaan tugas harian harus menyampaikan pada atasan langsung,” kata dia.

Tanggal 1 November 2021 merupakan tenggat yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dilakukan maksimal dua tahun setelah UU disahkan.

Alexander mengatakan, berdasarkan penilaian penguji, 51 pegawai tersebut sudah tidak bisa lagi dibina, sehingga mereka tidak bisa lagi bergabung dengan KPK.

“Warnanya dia (asesor) bilang sudah merah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan,” ujar Alex.

Baca Juga: Babak Baru Polemik TWK Pegawai KPK, DPR: Ini Seperti Proses Seleksi yang Dipotong!

Sementara, 24 pegawai KPK sisanya dianggap masih bisa dibina. Bila bersedia, mereka harus mengikuti pelatihan wawasan kebangsaan dan bela negara.

Jika dinyatakan lolos, mereka bisa menyandang status Aparatur Sipil Negara. Seumpama gagal, mereka akan bernasib sama dengan 51 pegawai lainnya.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU