> >

Kekerasan Aparat saat Aksi Tolak Tambang, YLBHI Pertimbangkan Gugat Presiden Jokowi ke PBB

Hukum | 24 April 2021, 19:06 WIB
Warga Wadas, Purworejo menolak tambang bagian dari proyek Bendungan Bener, Jumat (23/4/2021). (Sumber: Instagram/wadas_melawan)

PURWOREJO, KOMPAS.TV - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mempertimbangkan akan menggugat pemerintahan Presiden Joko Widodo perihal kekerasan aparat saat aksi menolak tambang di Kabupaten Purworejo, Jumat (23/4/2021).

Aksi damai menolak tambang batu andesit itu berlangsung di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.

Proyek tambang ini adalah bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Pembangunan Bendungan Bener.

Warga melakukan pemalangan jalan untuk menghadang aparat dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) melakukan sosialisasi tambang dan pemasangan patok.

Baca Juga: Warga Wadas Aksi Damai Tolak Tambang, Aparat Memaksa Masuk hingga Terjadi Bentrok

Aparat gabungan Polri dan TNI memaksa melewati blokade itu dengan melakukan kekerasan dan melepaskan tembakan gas air mata.

“Warga mengalami kekerasan. Ada yang bercerita dipukul punggungnya dengan pentungan. Ada 9 orang warga yang luka-luka,” ujar Direktur LBH Yogyakarta Yogi Dzul Fadhil dalam konferensi pers virtual, Sabtu (24/4/2021).

Yogi mengungkapkan, pihaknya meminta kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk menindak tegas personel polisi yang terbukti melakukan kekerasan.

“Kami meminta polisi menyidik anggotanya yang melakukan kekerasan. Dan ini bukan delik aduan,” tegas Asfinawati.

“Apa yang dilakukan kepolisian di sana itu berdasarkan ketidakpahaman soal lingkungan dan konstitusi. Polisi juga tidak pancasilais dan Kapolres Purworejo layak dicopot,” tambahnya.

Ia juga mendorong Presiden Jokowi ikut bertanggung jawab atas kekerasan aparat ini. Apalagi, kekerasan aparat ini telah terjadi berulang kali.

Baca Juga: Tolak Tambang di Wadas Purworejo, Kuasa Hukum Warga: Alam Sudah Penuhi Kebutuhan

“Dalam Perkap Nomor 8 tahun 2009 ada kewajiban bagi kepolisian untuk mematuhi hak asasi manusia,” ujar Asfinawati.

Asfinawati mengatakan, pihaknya mempertimbangkan akan mengajukan gugatan pelanggaran hak asasi manusia yang berulang oleh pemerintah Indonesia kepada PBB.

Warga Wadas menolak tambang di desanya karena khawatir lingkungan sekitar tempat tinggal mereka rusak.

“Desa Wadas merupakan daerah rawan bencana longsor yang seharusnya tidak boleh ada pertambangan apapun di daerah tersebut,” tulis warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa).

Mereka juga cemas tambang akan mengakibatkan kekeringan yang dapat mengganggu mata pencaharian mereka sebagai petani.

Baca Juga: Gempa Dewa Laporkan Maladministrasi ke Ombudsman

Warga dengan dampingan LBH Yogyakarta telah berkali-kali mengirim surat dan melakukan audiensi dengan pihak BBWSSO dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng. Namun, hasilnya buntu.

Pihak BBWSSO mengatakan, proyek pembangunan Bendungan Bener ini dapat memberikan banyak manfaat.

“Air yang ditampung ke situ sebenarnya air yang akan terbuang ke laut. Air hujan, air yang menyebabkan banjir itu, disimpan ke bendungan, baru setelah itu kita bagi. Bisa untuk Jogja, Kulon Progo, dan Purworejo. Dengan ketinggian bendungan itu juga bisa membuat pembangkit listrik,” kata Kepala Bidang Pelaksanaan BBWSSO, Modista Tandi Ayu, dilansir dari purworejokab.go.id.

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU