Deretan Kisah Atlet Interseks, Mulai Kehilangan Gelar sampai Bunuh Diri
Sosial | 10 Maret 2021, 00:44 WIBSOLO, KOMPAS.TV - Mantan pevoli putri nasional, Aprilia Manganang menjadi buah bibir setelah TNI memastikan jenis kelaminnya adalah laki-laki.
Hal itu disampaikan langsung oleh KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa. Jenis kelamin Manganang ini diketahui setelah dilakukan pemeriksaan medis di RSPAD Gatot Subroto Jakarta sejak 3 Februari 2021.
Aprilia pun telah menjalani operasi medis pertama. Ia masih harus melakukan operasi kedua.
"Aprilia Manganang sangat tidak seberuntung kita semua. Saat dilahirkan, Aprilia Manganang mengalami kelainan dalam sistem reproduksinya. Kelainan itu disebut hipospadia," kata Andika.
Saat masih menjadi atlet, Aprilia sering dikira laki-laki. Namun, Aprilia tak sendiri. Hal ini disebut sebagai interseks.
“Jika seseorang tidak termasuk dalam kategori jenis kelamin 'laki-laki' atau 'perempuan', istilah 'interseks' dapat digunakan,” tulis Healthline.
Mereka yang tergolong interseks sejak lahir dapat memiliki alat kelamin dengan karakteristik laki-laki sekaligus perempuan.
Berikut beberapa kisah atlet-atlet interseks, dirangkum dari berbagai sumber.
1. Ewa K obukowska
Ewa Janina K obukowska adalah mantan atlet sprint Polandia. Ia adalah salah satu atlet sprint terbaik di Eropa pada pertengahan dekade 1960.
Perempuan kelahiran 1946 ini telah membawa Polandia memenangi berbagai kejuaraan. Ia menggondol medali emas dalam ajang European Junior Championships kategori 100 meter dan estafet 4x100 meter pada 1964.
Pada Olimpiade 1964, K obukowska juga menyabet medali perunggu di kategori 100 meter dan medali emas di cabang estafet 4x100 meter. Dia bahkan mencatatkan rekor dunia pada cabang estafet itu.
Pada tahun 1965, K obukowska memenangkan medali emas cabang 100 meter, 200 m dan estafet 4x100 m di Piala Eropa. Lalu, dia berkompetisi di Kejuaraan Eropa 1966 dan memenangkan medali emas cabang 100 m dan estafet 4x100 m, dan perak di cabang 200 m.
Pada tahun 1967, sebelum Piala Eropa, yang diadakan di Kiev, K obukowska gagal dalam tes verifikasi jenis kelamin dan kemudian dilarang berkompetisi dalam olahraga profesional. IAAF membatalkan tiga rekor dunianya.
“Alam ternyata jauh lebih rumit dan dalam berbagai kasus tidak semuanya jelas. Di Budapest (tahun 1966), Ewa ‘lulus’ dalam ujian. Tetapi di Wuppertal, sebelum babak semifinal Piala Eropa (tahun 1967), dia diuji dengan menggunakan metode kromosom. Konfigurasi XXY yang tidak biasa ditemukan dan diputuskan untuk tidak lolos,” ujar wartawan Przegl d Sportowy bernama Maciej Petruczenko, dikutip dari sport.onet.pl.
Tes jenis kelamin ini kemudian disebut tak akurat. Pada 1968 K obukowska hamil dan berhasil melahirkan seorang putra.
2. Foekje Dillema
Foekje Dillema adalah seorang olahragawan atletik asal Belanda. Perempuan kelahiran 1926 ini memiliki penampilan yang mirip laki-laki.
Dillema memenangkan turnamen lari kategori 100 m dan 200 m di London tahun 1949. Ia bahkan memecahkan rekor lari atlet Belanda di cabang 200 m pada tahun itu.
Namun, karir olahraganya sudah keburu padam sebelum sempat berkembang lebih jauh. Pada 1950 Dillema didiskualifikasi karena menolak tes jenis kelamin sebelum Kejuaraan Atletik Eropa di Brussels.
Ia menjadi orang pertama yang mesti menjalani verifikasi gender itu. Setelah itu, Federasi Atletik Internasional (IAAF) melarang Dillema mengikuti kompetisi atletik sepanjang hidupnya. Catatan rekor nasionalnya pun dihapus dari sejarah atletik Belanda.
Setelah kematiannya, uji forensik menemukan bahwa Dillema memiliki kromosom XXY. Secara genetik, ini berarti Dillema adalah hermafrodit atau berjenis kelamin laki-laki sekaligus perempuan.
3. Caster Semenya
Caster Semenya adalah atlet lari jarak menengah asal Afrika Selatan. Perempuan kelahiran 1991 ini adalah atlet berprestasi di berbagai kompetisi.
Semenya meraih medali emas di cabang 400 meter dan 800 meter Kejuaraan Atletik Afrika 2018. Ia juga menjuarai Kejuaraan Dunia Atletik IAAF pada 2009, 2011, dan 2017 cabang 800 meter.
Semenya juga peraih medali emas di Olimpiade London 2012 dan Olimpiade Rio 2016 untuk cabang 100 meter.
Namun, Semenya memiliki kadar hormon testoteron lebih banyak daripada perempuan lain. Ia juga memiliki kromosom XY yang banyak ditemukan pada laki-laki.
Pada Kejuaraan IAAF 2009, ia harus menjalani tes verifikasi jenis kelamin agar gelar juaranya sah karena rekor larinya tak biasa. Belakangan, IAAF membolehkan Semenya mengantongi medali itu. Delapan bulan setelah kontroversi itu, Semenya boleh ikut berkompetisi lagi.
Namun, aturan baru IAAF yang sah pada 2019 membuat Semenya tak bisa bertanding di cabang 400 meter, 800 m, dan 1500 m. Agar bisa ikut bertanding di cabang-cabang itu, ia harus menjalani tindakan medis untuk mengurangi kadar testosterone-nya.
Atlet berumur 30 tahun ini pun membawa masalah ini ke pengadilan hak asasi manusia Eropa.
“Saya berharap pengadilan Eropa akan mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia oleh (Federasi) Atletik Dunia terhadap atlet-atlet wanita yang telah berlangsung lama. Yang kami minta hanyalah diizinkan untuk bebas berlari, untuk sekali dan untuk selamanya, sebagai wanita yang kuat dan tak kenal takut," ujar Semenya melalui akun media sosialnya, Kamis (25/2/2021).
4. Pratima Gaonkar
Pratima Gaonkar adalah seorang atlet muda asal India. Mengutip Indianexpress.com, gadis berusia 18 tahun itu memenangkan medali perak di cabang estafet 4x400 meter Kejuaraan Atletik Junior Asia 2001.
Pratima adalah harapan bagi keluarganya yang miskin. Ayahnya telah meninggal pada pertengahan dekade 1990.
Namun, pada Oktober 2001 Pratima bunuh diri di usia muda. Ia menenggelamkan diri sungai dekat desanya.
Pratima diduga bunuh diri terkait pemberitaan media lokal yang tak sensitif membicarakan jenis kelaminnya. Mengutip Indianexpress, Pratima memiliki beberapa ciri interseks.
Sebelum bunuh diri, keluarganya mengaku mendengar Pratima menerima telepon dari pelatihnya. Karena ucapan pelatihnya itu, Pratima terlihat menangis.
Penulis : Ahmad-Zuhad
Sumber : Kompas TV