Politikus PKS: Perpres Ekstremisme Berpotensi Timbulkan Masalah Serius
Politik | 22 Januari 2021, 06:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Ekstremisme memiliki potensi masalah yang serius.
"Kalau terkait soal pemberantasan tindak pidana terorisme saya kira ini sudah menjadi amanat undang-undang jadi harus dilaksanakan sebaik-baiknya, setegak-tegaknya. Namun Perpres ini punya beberapa potensi masalah," kata Politikus PKS Sukamta dalam pernyataannya kepada Jurnalis Kompas TV Leo Taufik, Kamis (21/1/2021).
Menurut Sukamta, dia memiliki beberapa hal yang bisa menjadi catatan penting.
Baca Juga: Soal Perpres Ekstremisme, BNPT: Perkuat Penanggulangan Terorisme
Pertama mengenai definisi ekstremisme. Menurutnya belum ada kesepakatan definisi ektremisme dalam hukum positif di Indonesia.
"Siapa yang berhak menafsirkan ekstremisme ini? Walaupun di situ dikatakan yang mengarah kekerasan," kata Anggota Komisi I DPR RI ini.
Dengan ketiadaan kesepakatan definisi ekstremisme ini, Perpres Nomor 7 Tahun 2021 ini akan rawan menjadi alat kekuasaan di belakang hari.
Jadi, katanya, perlu obyetivitas untuk melihat dan merumuskan standar dan definisi ektremisme ini. Sehingga tidak menjadi alat kekuasaan di kemudian hari.
"Kalau mungkin sekarang pemerintah punya niat baik, tetapi pemerintah kan ada batasnya, akan datang pemerintah baru. Kita tidak tahu, ini akan digunakan sampai sejauhmana," tutur Sukamta.
Baca Juga: Pro Kontra Definisi Ekstremisme dalam Perpres No 7 Tahun 2021 - ROSI (Bag 1)
Kedua mengenai pelibatan masyarakat dalam penanggulangan ekstremisme. Dalam Perpres ini, masyarakat didorong untuk melapor jika ditemui adanya dugaan ekstremisme.
Alasan pelibatan masyarakat, yang diketahui Sukamta, karena ingin menegakkan budaya gotong royong.
Sukamta meluruskan, gotong royong yang ada di masyarakat yang guyub biasanya penyelesaian perbedaan pendapat yang ada, bukan justru melapor ke polisi.
"Saya khawatir dorongan ini justru akan menimbulkan friksi, perpecahan dan keterbelahan masyarakat sampai grass root," ujarnya.
Karena, masyarakat yang akan saling lapor justru rentan dan rawan di masyarakat majemuk ini. "Negara kita ini bhinneka. Kita berusaha kuat untuk menjadikannya tunggal ika. Sehingga Bhinneka Tunggal Ika."
Baca Juga: Kata Kepala BNPT Soal Perpres Ekstremisme - ROSI (Bag 2)
"Nanti boleh jadi, karena perbedaan-perbedaan agama, suku, ras, golongan, perbedaan sikap dalam beragama, perbedaan sikap dalam melihat berbagai persoalan dianggap sebagai ekstrem dan dilaporkan ke polisi," imbuh Sukamta.
Disimpulkan Sukamta, Perpres No 7/2021 ini memiliki potensi masalah yang cukup serius. Sukamta tidak mau bangsa ini terbelah dengan cara-cara menangani dan mengelola masalah dengan cara yang juga ekstrem.
"Jadi mohon hati-hati dalam mengelola negara ini," tutupnya.
Sementara politikus Golkar Ahmad Doli Kurnia mengapresiasi Perpres yang dterbitkan oleh Presiden Joko Widodo ini.
Menurutnya Perpres Nomor 7 Tahun 2021 ini menjadi langkah pemerintah dalam menjaga kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.
Baca Juga: Agar Perpres Ekstremisme Tidak Timbulkan Multitafsir, Pemerintah Harus Sosialisasi Terlebih Dahulu
"Kalau ada kebijakan untuk menjaga kedamaian di masyarakat, bentuk apapun, upaya pemerintah perlu didukung," kata Ketua Komisi II DPR RI ini.
Politikus Gerindra Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah untuk melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat mengenai perpres ini.
Dengan melakukan sosialisasi akan menghindarkan polemik yang tidak perlu.
"Kami imbau pemerintah sosialisasi lebih luas dan jelas. Tidak membuat polemik dan perdebatan yang tidak perlu. DPR melalui Komisi I akan mengawasi," ujar Wakil Ketua DPR RI ini.
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV