> >

Dianggap Bela FPI, BEM UI: Kami Bicara Landasan Pembubaran Ormas Tanpa Peradilan

Peristiwa | 5 Januari 2021, 08:53 WIB
Ilustrasi: Massa Front Pembela Isla (FPI) melakukan longmarch dari Masjid Al-Azhar menuju ke Mabes Polri di Jakarta Selatan, Senin (16/1/2017). (Sumber: KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG)

DEPOK, KOMPAS.TV - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Fajar Adi Nugroho membantah pihaknya membela Front Pembela Islam (FPI).

Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan sikap BEM UI yang diterbitkan pada Minggu (3/1/2021).

Dalam pernyataan sikap tersebut, BEM UI menyoroti SKB 6 Menteri yang dipakai untuk membubarkan FPI merujuk pada UU Ormas terbaru (UU Nomor 16 Tahun 2017), yang menghapus mekanisme peradilan dalam pembubaran ormas.

Baca Juga: BEM UI Sikapi Pembubaran FPI Tanpa Peradilan, Sorot SKB 6 Menteri dan Maklumat Kapolri

"Apa yang kami fokuskan terkait pembubaran ormas ini adalah bagaimana prosedurnya. Kami membicarakan landasan pembubaran organisasi kemasyarakatan (tanpa peradilan) dan hari ini kebetulan konteksnya FPI," ujar Fajar kepada Kompas.com, Senin (4/1/2021).

Ia menambahkan, sejak awal kepengurusannya, BEM UI konsisten terhadap prinsip negara hukum sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.

"Karena Indonesia negara hukum, maka salah satu prinsipnya adalah perlindungan hak asasi manusia, supremasi hukum, dan demokrasi. Selama satu tahun ini kita bisa melihat apa saja hal-hal yang bertentangan atau mendegradasi prinsip-prinsip yang ada dalam konsep negara hukum," kata Fajar.

"Dalam konteks ini, kita melihat bahwa pembubaran FPI sebagai organisasi kemasyarakatan menjadi pertanyaan bagi BEM UI, apabila kita kontekstualisasikan dengan Indonesia sebagai negara hukum," sambungnya.

Preseden dibubarkannya FPI dianggap dapat menjadi alarm bagi kebebasan berserikat yang dijamin konstitusi. Sebab, ormas sewaktu-waktu menghadapi ancaman pembubaran oleh pemerintah tanpa proses peradilan.

Sebagai informasi, Pasal 61 ayat 1 huruf c UU Nomor 16 Tahun 2017 menyebutkan, “Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) terdiri atas, huruf c adalah pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan badan hukum".

Lalu, Pasal 61 ayat 3 huruf b berbunyi, “Pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia".

Kemudian, Pasal 80 a berbunyi, “Pencabutan status badan hukum ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c dan ayat (3) huruf b sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.”

"Karena seakan-akan memberikan kekuasaan yang absolut bagi eksekutif untuk kemudian membubarkan organisasi kemasyarakatan," ujar Fajar.

"Perpu ormas yang kemudian menjadi UU Ormas yang mengubah UU Ormas sebelumnya, memang menjadi yang sudah kami sebut 'memberangus demokrasi'," kata dia.

Baca Juga: Rekening FPI Diblokir, Masih Ada Duit Puluhan Juta

Berikut ini beberapa poin pernyataan sikap BEM UI:

1. Mendesak negara untuk mencabut SKB tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbo dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI dan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI.

2. Mengecam segala tindakan pembubaran organisasi kemasyarakatan oleh negara tanpa proses peradilan sebagaimana termuat dalam UU Ormas.

3. Mengecam pemberangusan demokrasi dan upaya pencederaan hak asasi manusia sebagai bagian dari prinsip-prinsip negara hukum.

4. Mendesak negara, dalam hal ini pemerintah, tidak melakukan cara-cara represif dan sewenang-wenang di masa mendatang.

5. Mendorong masyarakat untuk turut serta dalam mengawal pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum, terutama perlindungan hak asasi manusia dan jaminan demokrasi oleh negara.

BEM UI juga mengungkit soal Maklumat Kapolri Nomor 1/Mak/I/2021 yang dikhawatirkan dapat menjadi justifikasi bagi pembungkaman ekspresi.

"Aturan ini jauh lebih problematis karena dalam poin 2d normanya berisi tentang larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial. Padahal, mengakses konten internet adalah bagian dari hak atas informasi yang dijamin oleh ketentuan Pasal 28F UUD 1945 serta Pasal 14 UU HAM," jelas mereka.

"Aturan Maklumat Kapolri a quo tentu saja akan dijadikan aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan represif dan pembungkaman, khususnya dalam ranah elektronik," imbuhnya.

Baca Juga: Gelar Diskusi Rasisme di Papua, BEM UI Tuai Kritik

 

Penulis : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU