Koalisi Masyarakat Sipil: SKT Tidak Bisa Jadi Dasar Pembubaran FPI
Peristiwa | 31 Desember 2020, 06:59 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari KONTRAS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan, Institute Perempuan, LBH Masyarakat (LBHM), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesa), PSHK (Pusat Studi Hukum & Kebijakan), SAFENET (Southeast Asia Freedom of Expression Network), YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), YPII (Yayasan Perlindungan Insani Indonesia) mempertanyakan dasar hukum pembubaran Front Pembela Islam (FPI) pada Rabu (30/12/2020).
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, kekerasan oleh siapapun perlu diadili, tetapi tidak serta merta organisasinya dinyatakan terlarang melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak melanggar hukum.
Narasi yang menganjurkan kekerasan dan provokasi kebencian sebagaimana dipertontonkan organisasi seperti FPI selayaknya ditindak tegas tanpa mengabaikan prinsip negara hukum
Baca Juga: Soal Pelarangan FPI, Sosiolog: Pemerintah Perlu Antisipasi Konflik!
"Penggunaan simbol dan atribut, serta penghentian kegiatan FPI bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum, khususnya terkait kebebasan berkumpul dan berserikat," demikian bunyi rilis Koalisi Masyarakat Sipil, Rabu (30/12/2020) .
Pelarangan FPI salah satunya didasarkan pada UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2017, yang secara konseptual juga sangat bermasalah dari perspektif negara hukum.
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, undang-undang Ormas memungkinkan pemerintah untuk membubarkan organisasi secara sepihak tanpa melalui proses peradilan (due process of law).
Namun, ada permasalahan dalam SKB tersebut, yaitu, pernyataan bahwa organisasi yang tidak memperpanjang atau tidak memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT), dalam hal ini Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi yang secara de jure bubar, tidaklah tepat.
Baca Juga: Pemerintah: FPI Langgar Berbagai Ketentuan UU Ormas!
Sebab Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan dalam No. 82/PUU-XI/2013 bahwa Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 18 UU Ormas, yang mewajibkan organisasi memiliki SKT, bertentangan dengan UUD 1945.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV