Ketua Satgas: Belum Ada Vaksin Covid-19 yang Lulus Uji Klinis Fase 3
Update corona | 19 Desember 2020, 17:46 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Di antara seluruh vaksin yang beredar saat ini, belum ada yang lulus uji klinis fase 3 secara menyeluruh.
Karena semua vaksin membutuhkan izin edar dan penggunaan dalam kondisi darurat.
Baca Juga: Syarat Vaksinasi Covid-19, Epidemiolog: Landaikan Dulu Kurva Kasus Harian
“Sebelum fase tiga selesai, biasanya orang mau tahu dulu hasil sementaranya, interim report, jadi ini yang dipakai,” ujar Profesor Zubairi Djoerban, Ketua Satgas Covid-19, dalam diskusi daring, Sabtu sore, (19/12/2020).
Dalam diskusi yang digelar Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran atau Ika Unpad, Profesor Beri—panggilan Zubairi, menyatakan bahwa saat ini belum ada laporan di jurnal medis ternama, tentang evaluasi uji klinis vaksin.
Namun menurut dia, pemakaian berdasarkan interim report yang dilakukan saat ini bisa dibilang cukup berhasil.
Lantaran belum ada kasus berat yang muncul setelah seseorang menerima vaksin.
Laporan yang muncul hingga saat ini adalah alergi di tingkat yang cukup tinggi.
“Sejauh ini semuanya bisa diatasi,” katanya.
Indonesia sendiri, saat ini memiliki 1,2 juta vaksin buatan Sinovac, perusahaan Tiongkok, yang masih belum mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM dan stempel halal dari Majelis Ulama Indonesia atau MUI.
Menurut Profesor Beri, kemungkinan izin baru bisa diberikan pada Maret 2021, usai uji klinis fase tiga diselesaikan.
Saat ini uji klinis fase tiga tengah dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dengan salah satu relawannya adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Kang Emil, menerima vaksin dan tes darah di Puskesmas Garuda, Bandung, selama uji klinis berlangsung.
Selain Sinovac, di dunia kini ada 18 vaksin yang tengah dalam uji klinis fase tiga.
Lima diantaranya telah mempunyai interim report.
Dan dari 5 tersebut, kata Zubairi, ada 2 yang sudah mendapat izin penggunaan darurat.
Salah satunya Pfizer, di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris.
Di tiga negara ini, vaksinasi telah dimulai.
Vaksin buatan Pfizer bekerjasama dengan Bio N Tech, perusahaan dari Jerman.
Dicky Budiman, ahli pandemi dan peneliti keamanan kesehatan global dari Griffith University, Australia menilai bahwa semua vaksin mesti diperhatikan betul, bagaimana efektifitasnya nantinya.
Apa yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM, menurut Dicky, adalah langkah yang bagus.
“BPOM hati-hati sekali mengamati perkembangan uji klinis fase 3 (yang dilakukan) di Unpad,” kata Dicky.
Yang diperhatikan, katanya, adalah vaksin mana yang paling manjur buat mencegah Covid-19.
Saat ini Kementerian Kesehatan mengizinkan selain Sinovac untuk bisa dipakai di Indonesia.
Tapi semuanya belum mendapat izin edar atau penggunaan darurat di Indonesia.
Masih menunggu interim report uji klinis tahap tiga yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Unpad.
Menurut Dicky, saat ini vaksin Sinovac memang paling maju dipakai.
Bahkan, kata dia, sebelum selesai interim report, vaksin sudah disuntikkan ke warga Tiongkok.
“Padahal laporan dari Tiongkok kan pandeminya bisa dikendalikan, kenapa harus pakai vaksin? Tapi mungkin ada pertimbangan lain,” ujarnya.
Sebab, menurut dia, seperti Australia yang bisa mengendalikan pandemi, vaksin meski ditunggu, tak membuat warga Australia ingin mempercepat penggunaan.
“Sejauh ini di Australia bisa dikendalikan. Pemerintahnya juga dipercaya masyarakat, sehingga kalau lihat jajak pendapat, 9 dari 10 warga Australia bersedia divaksin," katanya.
Baca Juga: Ditunggu, Izin Darurat BPOM untuk Vaksin Covid-19
Irawati Hermawan, Ketua Umum Ika Unpad yang juga menjadi pembicara, menyatakan bahwa upaya mendapatkan vaksin tak mudah.
Mengutip dari Kementerian Luar Negeri, mendapat kuota vaksin membutuhkan diplomasi yang lama.
Para diplomat mesti ulet melobi negara produsen vaksin.
Saat ini selain Sinovac, Tiongkok punya Sinopharm.
Sementara Amerika Serikat selain punya Pfizer, juga punya Moderna, dan Inggris memiliki vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford bekerjasama dengan Astra Zeneca.
Ira berharap, prediksi WHO, bahwa ada 2 miliar vaksin tersedia pada akhir 2021 bisa tercapai. Agar pandemi bisa segera berakhir.
Sementara itu, kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan, yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan tetap menjadi kunci untuk menekan kasus Covid-19 di Indonesia.
Yophiandi Kurniawan
Penulis : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV