Anak Buah Tito Karnavian Sebut Mendagri Tidak Bisa Berhentikan Kepala Daerah
Peristiwa | 22 November 2020, 17:48 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengeluarkan instruksi mengenai penegakan protokol kesehatan Covid-19.
Instruksi itu diketahui ditujukan kepada kepala daerah agar berusaha semaksimal mungkin dalam mengendalikan penyebaran virus corona.
Instruksi itu dikeluarkan Tito Karnavian merespons aktivitas yang menimbulkan kerumunan massa, yang terjadi di sejumlah wilayah dalam beberapa waktu terakhir.
Dalam instruksi itu, menurut Tito, nantinya memuat aturan yang memungkinkan kepala daerah dari mulai tingkatan gubernur, bupati, dan wali kota diberhentikan dari jabatannya.
Baca Juga: Panggil Anies Baswedan, Polda Metro Selidiki Dugaan Unsur Pidana di Acara Hajatan Rizieq Shihab
"Saya sampaikan kepada gubernur, bupati, dan wali kota untuk mengindahkan instruksi ini karena ada risiko menurut undang-undang. Kalau undang-undang dilanggar dapat dilakukan pemberhentian," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/11/2020).
Menanggapi polemik tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri Safrizal angkat bicara. Dia mengatakan, Menteri Dalam Negeri tidak dapat memberhentikan kepala daerah.
Hal itu disampaikan Safrizal merespons terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan.
“Kalau ada yang bilang, mana bisa edaran menteri dalam negeri memberhentikan (kepala daerah), emang enggak bisa, siapa bilang bisa?” kata Safrizal dalam diskusi yang dikutip dari Kompas.com, Minggu (22/11/2020).
Menurut Safrizal, terkait pemberhentian kepala daerah sudah ada aturan dan prosedurnya. “Semua sudah ada ketentuan dan prosedurnya,” ujar dia.
Menurut dia, surat instruksi tersebut diterbitkan sebagai pengingat bagi kepala daerah dalam menangani pandemi Covid-19.
Baca Juga: Kemendagri Sebut Gubernur Anies Baswedan akan Diberi Sanksi Jika Dianggap Bersalah
Tujuannya, agar kerumunan seperti acara pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Jakarta maupun Jawa Barat tidak terulang kembali di daerah lain.
“Mengingatkan bahwa di dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, dalam UU wabah, dalam UU 23, patuhilah, kerjakanlah,” ucapnya.
“Itu saja yang disampaikan kepada seluruh kepala daerah sehingga momen yang kemarin terjadi itu tidak terjadi di tempat lain, ini kan mitigasi.”
Adapun menurut mantan Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan, ihwal pemberhentian kepala daerah harus melalui DPRD.
“Harus melalui prosedur, bahkan melibatkan DPRD,” ujar Djohermansyah dalam diskusi yang sama.
Baca Juga: Anies Baswedan Diperiksa Hampir 10 Jam oleh Polisi Terkait Kerumunan Acara Rizieq Shihab
Instruksi Mendagri
Mendagri Tito Karnavian mengeluarkan instruksi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).
Instruksi itu berisi tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh gubernur dan bupati atau wali kota dalam penanganan pandemi Covid-19.
Pada poin pertama para kepala daerah diminta untuk menegakkan secara konsisten protokol kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19 di daerah masing-masing.
"Berupa memakai masker, mencuci tangan dengan benar, menjaga jarak, dan mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi melanggar protokol tersebut," demikian isi salah satu poin instruksi Mendagri.
Poin kedua, kepala daerah diminta melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan covid 19 dan tidak hanya bertindak responsif atau reaktif.
Baca Juga: Mendagri Ancam Copot Kepala Daerah yang Abaikan Prokes, Wagub DKI: Kami Patuh dan Taat UU
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagaimana upaya terakhir.
Kemudian poin ketiga, kepala daerah diminta menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol Covid-19. Termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.
Sementara poin keempat berisi tentang sanksi bagi kepala daerah yang tidak menaati aturan perundang-undangan termasuk mengenai protokol kesehatan.
Sanksi tersebut sesuai dengan aturan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kemudian dalam poin kelima dijelaskan bahwa, berdasarkan Pasal 78 sanksi bagi kepala daerah yang tidak mematuhi aturan perundang-undangan akan diberhentikan.
Baca Juga: Tito Karnavian Keluarkan Instruksi: Jika Dilanggar, Gubernur, Wali Kota dan Bupati Diberhentikan
Adapun Pasal 78 UU Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur:
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. meninggal dunia
b. permintaan sendiri
c. diberhentikan
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b
e. melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j
f. melakukan perbuatan tercela
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen dan/atau
i. mendapatkan sanksi pemberhentian.
Penulis : Tito-Dirhantoro
Sumber : Kompas TV