Ujung Kesalahan di Draf UU Cipta Kerja, Pejabat di Kemensetneg Kena Sanksi Disiplin
Hukum | 4 November 2020, 20:42 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) telah memberikan sanksi disiplin kepada pejabat internal yang bertangung jawab dalam proses penyiapan draf RUU sebelum diajukan kepada Presiden.
Asisten Deputi Hubungan Masyarakat (Kemensetneg) Eddy Cahyono Sugiarto menjelaskan pemberian sanksi tersebut sejalan dengan penerapan zero mistakes untuk mengoptimalisasi dukungan kepada Presiden dalam menjalankan tugas pemerintahan negara. Namun Eddy tidak menjelaskan identitas pejabat yang diberikan sanksi disiplin tersebut.
“Terhadap pejabat yang bertanggung jawab dalam proses penyiapan draf RUU sebelum diajukan kepada Presiden, Kemensetneg juga telah menjatuhkan sanksi disiplin," ujar Eddy melalui keterangan tertulis, Rabu (4/11/2020).
Baca Juga: Mantan Hakim Konstitusi: Kesalahan UU Cipta Kerja Tak Dapat Diterima, MK Bisa Batalkan Keseluruhan
Eddy menambahkan selain memberikan sanksi disiplin, Kemensetneg juga melakukan serangkaian pemeriksaan internal.
Hasil pemeriksaan tersebut tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan, kekeliruan. Kesalahan dalam draf UU Cipta Kerja murni faktor kelalaian manusia.
Eddy menjelaskan Pemeriksaan internal ini merupakan wujud Kemensetneg menerapkan zero mistakes dalam penyiapan RUU pada masa mendatang.
Ia juga menyatakan peristiwa kesalahan dalam draf UU Cipta Kerja menjadi pelajaran bagi Kemensetneg untuk berupaya sebaik mungkin agar kejadian serupa tak terulang sehingga produk hukum yang ditandatangani Presiden tanpa cacat.
Baca Juga: MK Gelar Sidang Perdana Uji Materi UU Cipta Kerja, Ini yang Didugat Pekerja
“Peningkatan kendali kualitas akan terus dilakukan dengan melakukan review terhadap Standar Pelayanan dan Standard Operating Procedures (SOP) yang berkaitan dengan penyiapan RUU yang akan ditandatangani Presiden," ujar Eddy.
Dikutip dari Kompas.com, terdapat sejumlah kesalahan dalam draf UU Cipta Kerja yang ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Seperti pada rumusan Pasal 6 di Bab Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha.
Pasal 6 menyebutkan, peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a meliputi (a) penerapan perizinan berusaha berbasis risiko; (b) penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha; (c) penyederhanaan perizinan berusaha sektor; dan (d) penyederhanaan persyaratan investasi.
Baca Juga: Kelalaian Pengetikan UU Cipta Kerja, DPR Bersama Pemerintah Akan Perbaiki Kesalahan Administrasinya
Namun, rujukan ke Pasal 5 Ayat (1) tidak jelas karena dalam UU Cipta Kerja Pasal 5 tidak memiliki ayat.
Pasal 5 hanya berbunyi, ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
Kemudian, ada pula kesalahan rumusan dalam Pasal 175 pada Bab Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja.
Pasal 175 angka 6 mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan Nomor 30 Tahun 2014. Pasal ini terdiri atas lima ayat yang mengatur soal syarat sah keputusan pemerintahan.
Baca Juga: Buruh Gugat UU Cipta Kerja ke MK Pasca Ditandatangani Presiden Jokowi
Ayat (1) berbunyi, batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Ayat (2), jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.
Ayat (3), dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan keputusan dan/atau tindakan sebagai keputusan atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan yang berwenang.
Ayat (4), apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.
Ayat (5), ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan keputusan dan/atau tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.
Semestinya, ketentuan dalam ayat (5) merujuk pada ayat (4), bukan pada ayat (3).
Penulis : Johannes-Mangihot
Sumber : Kompas TV