> >

Mantan Hakim Konstitusi: Kesalahan UU Cipta Kerja Tak Dapat Diterima, MK Bisa Batalkan Keseluruhan

Hukum | 4 November 2020, 20:26 WIB
Tangkapan layar saat Presiden Jokowi memberikan pengantar pada Rapat Terbatas mengenai Rencana Pencalonan Indonesia Menjadi Tuan Rumah Olimpiade Tahun 2032 secara daring, Rabu 4/11/2020, di Istana Merdeka, Jakarta. (Sumber: setkab.go.id)

JAKARTA, KOMPAS TV - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, I Dewa Gede Palguna, menyebut kesalahan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak dapat diterima.

Menurut dia, tidak perlu menjadi hakim konstitusi untuk menilai dan mengatakan bahwa kelalaian semacam itu adalah keteledoran secara politik maupun akademik.

"Tak perlu menjadi hakim konstitusi untuk menilai dan mengatakan kelalaian semacam itu adalah keteledoran yang tidak dapat diterima secara politik maupun akademik," kata Palguna pada Rabu (4/11/2020).

Baca Juga: Pekerja Gugat Pasal 81 UU Cipta Kerja yang Dinilai Bisa Eksploitasi Pekerja

Menurut Palguna, kesalahan tersebut sangat bertentangan dengan prinsip keseksamaan dan kehati-hatian, khususnya dalam praktik pembentukan undang-undang.

Apalagi, Palguna menambahkan, Indonesia selama ini menganut konsep Civil Law atau hukum sipil, sehingga sangat bergantung pada penalaran hukum dalam suatu undang-undang.

Tangkapan layar UU Cipta Kerja yang dianggap terdapat kesalahan. (Sumber: Twitter/@Abaaah)

Dengan kesalahan tersebut, kata Palguna, jika memang dalam proses pembentukannya bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945, maka Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan aturan sapu jagat tersebut.

Baca Juga: Kelalaian Pengetikan UU Cipta Kerja, DPR Bersama Pemerintah Akan Perbaiki Kesalahan Administrasinya

Meskipun demikian, kata dia, belum pernah ada sebelumnya kasus yang seperti itu.

Menurutnya, MK pasti akan sangat berhati-hati dalam merespons uji konstitusional Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Terbuka kemungkinan dinyatakan dibatalkan secara keseluruhan meskipun selama ini belum pernah ada presedennya. Namun, saya yakin, MK akan sangat berhati-hati soal ini," kata Palguna.

Palguna menuturkan, UU Cipta Kerja sah untuk menjadi objek uji materi secara konstitusional di Mahkamah Konstitusi. Terlebih aturan itu sudah diundangkan oleh negara.

Baca Juga: Yusril Ingatkan Pemerintah dan DPR: MK Bisa Batalkan UU Cipta Kerja Secara Keseluruhan

"Kalau sudah diundangkan berarti sudah sah menjadi objek pengujian konstitusionalitasnya, baik proses pembentukan maupun materi muatannya. Tidak perlu menunggu revisi," ujar Palguna.

Palguna menyebut, satu-satunya peluang untuk membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja hanya melalui Mahkamah Konstitusi.

Meski banyak langkah lain untuk membuktikan kekurangan dalam penyusunan UU tersebut, tetapi itu tidak akan memiliki dampak legal apapun terhadap berlakunya UU yang sudah disahkan.

Menurut Palguna, hanya MK yang bisa memutuskan bahwa pembentukan UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945, agar seluruh UU Cipta Kerja dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Baca Juga: Presiden Jokowi Resmi Tandatangani UU Cipta Kerja, PKS: UU Ini Menambah Panjang Kesedihan Buruh

Sementara itu, pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menilai kesalahan pengetikan pada UU Cipta Kerja yang telah ditandatangani Presiden Jokowi karena proses pembentukannya dilakukan tergesa-gesa, sehingga mengabaikan asas kecermatan.

Namun, UU yang banyak kesalahan ketik itu sudah ditandatangani Presiden dan diundangkan dalam Lembaran Negara.

"Naskah itu sah sebagai sebuah undang-undang yang berlaku dan mengikat semua pihak," kata Yusril, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.tv, Rabu (4/11/2020).

Yusril menambahkan, kalau kesalahan yang ada pada UU Cipta Kerja itu hanya salah ketik saja, namun tanpa membawa pengaruh kepada norma yang diatur dalam undang-undang itu, maka presiden dan pimpinan DPR dapat mengadakan rapat untuk memperbaiki salah ketik tersebut.

Baca Juga: 5 Poin UU Cipta Kerja yang Jadi Gugatan Buruh ke MK

Menurut Yusril, dalam rapat itu, presiden bisa diwakili oleh Menko Polhukam, Menkumham, atau Mensesneg.

"Naskah yang telah diperbaiki itu nantinya diumumkan kembali dalam Lembaran Negara untuk dijadikan sebagai rujukan resmi. Presiden tidak perlu menandatangani ulang naskah undang-undang yang sudah diperbaiki salah ketiknya itu," ujar Yusril.

Selama ini, lanjut Yusril, adanya salah ketik dalam naskah yang telah disetujui bersama antara Presiden dengan DPR, dan dikirim ke Sekretariat Negara telah beberapa kali terjadi.

"Mensesneg yang segera mengetahui hal tersebut karena harus membaca naskah RUU secara teliti sebelum diajukan ke Presiden untuk ditandatangani, biasanya melakukan pembicaraan informal dengan DPR untuk melakukan perbaikan teknis," kata Yusril.

Baca Juga: Istana Akui Ada Kekeliruan Teknis di UU Cipta Kerja

Yusril mengungkapkan, setelah diperbaiki, baru diajukan lagi ke Presiden dengan memo dan catatan dari Mensesneg. Namun demikian, Yusril menambahkan, kesalahan ketik kali ini memang beda.

Kesalahan itu baru diketahui setelah Presiden menandatanganinya dan naskahnya telah diundangkan dalam Lembaran Negara.

Sebelumnya, pihak istana melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengakui kesalahan dalam penyusunannya.

Namun, kata dia, kesalahan tersebut tidak berpengaruh banyak terhadap substansi undang-undang itu.

Menurut Pratikno, kesalahan tersebut hanya sebatas administrasi teknis penulisan. Pemerintah bersama Sekjen DPR pun disebutnya telah sepakat untuk melakukan perbaikan. 

Baca Juga: Salah Ketik UU Cipta Kerja Dinilai Ugal-ugalan, Istana Sebut Hanya Masalah Administasi

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU