> >

Terkait OTT UNJ, ICW Laporkan Ketua KPK dan Deputi Penindakan ke Dewan Pengawas

Hukum | 26 Oktober 2020, 16:39 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK. (Sumber: KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Lagi-lagi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK.

Kali ini, yang melaporkan Firli adalah peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.

Firli dilaporkan bersama Deputi Penindakan KPK Karyoto ke Dewan Pengawas KPK, Senin (26/10/2020).

Baca Juga: Firli Bahuri Dapatkan Sanksi Ringan, MAKI: Ini "Jeweran" untuk Fokus Bekerja!

Menurut Kurnia Ramadhana, Firli dan Karyoto dilaporkan karena diduga telah melanggar etik terkait kasus operasi tangkap tangan pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ). 

"Latar belakang pelaporan ini berkaitan dengan kasus OTT UNJ beberapa waktu lalu. Berdasarkan petikan putusan APZ (Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK), diduga terdapat beberapa pelanggaran serius yang dilakukan oleh keduanya," ujar Kurnia, dalam siaran pers, Senin.

Dalam putusan pelanggaran etik Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Aprizal, Dewan Pengawas KPK menyebut, Firli meminta agar kasus OTT tersebut ditangani oleh KPK. 

Menurut ICW, ada empat dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi. 

Pertama, Firli bersikukuh mengambil alih penanganan kasus dari Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

"Padahal Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK sudah menjelaskan bahwa setelah Tim Pengaduan Masyarakat melakukan pendampingan, ternyata tidak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara," kata Kurnia. 

Kedua, Firli menyebut dalam pendampingan yang dilakukan tim Pengaduan Masyarakat KPK terhadap Itjen Kemendikbud telah ditemukan tindak pidananya. 

Padahal, Firli diduga tidak mengetahui kejadian sebenarnya sehingga menjadi janggal jika Firli langsung begitu saja menyimpulkan adanya tindak pidana korupsi dan dapat ditangani KPK. 

Ketiga, tindakan Firli dan Karyoto menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke Kepolisian juga diduga tidak melalui mekanisme gelar perkara. 

"Padahal, dalam aturan internal KPK telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh stakeholder kedeputian penindakan serta para Pimpinan KPK," kata Kurnia. 

Keempat, tindakan Firli mengambil alih penanganan yang dilakukan Itjen Kemendikbud diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan masukan pimpinan KPK lainnya. 

Baca Juga: Sidang Putusan Ketua KPK Firli Bahuri Terkait Dugaan Pelanggaran Etik, Ini Kata ICW

Padahal, pimpinan KPK mestinya bersifat kolektif kolegial sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang KPK. 

Berdasarkan alasan di atas, ICW menduga Firli dan Karyoto telah melanggar melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf b, Pasal 5 Ayat (1) huruf c, Pasal 5 Ayat (2) huruf a, Pasal 6 Ayat (1) huruf e, Pasal 7 Ayat (1) huruf a, Pasal 7 Ayat (1) huruf b, Pasal 7 Ayat (1) huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. 

ICW juga mendesak agar Dewan Pengawas menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli dan Karyoto, memanggil dan meminta keterangan dari keduanya serta saksi-saksi lainnya yang dianggap relevan, serta menjatuhkan sanksi kepada Firli dan Karyoto. 

Diberitakan sebelumnya, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, Ketua KPK Firli Bahuri sempat meminta agar kasus dugaan gratifikasi dari pejabat Universitas Negeri Jakarta ditangani oleh KPK. 

Padahal, Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Aprizal yang mendampingi Inspektorat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan, tak ada penyelenggara negara dalam dugaan pemberian gratifikasi itu. 

Hal itu terungkap dalam sidang pembacaan putusan etik terhadap Aprizal yang diselenggarakan pada Senin (12/10/2020) lalu.

Penulis : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU